NASKAH
DRAMA RELIGI
JUDUL
: SESAT
v PENGIKUT 3
v PENGIKUT 4
v HAMBA SAHAYA
v SOBIR
v PEMBACA NARASI
|
v JAHAL
v
DAJAL
v
KAFIR
v
PENGIKUT 1
v PENGIKUT
2
LATAR : DI SUATU
KOTA PADA JAMAN JAHILIYAH
NARASI 1
LA
ILAHAILLALAH MUHAMADARASULLAH
Aku
bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah Dan Muhamad adalah Utusan Allah
Manusia
, manusia yang diciptakan oleh Allah
sebagian
menganggap mereka ada bukan Karena Allah,
tetapi
karena terjadi dengan sendirinya,
Mereka
jadi lupa diri ,sombongmenganggap dirinya sakti
Mereka
menganggap Allah hanyalah bualan belaka……………………. NAUDZUBILLAHIMINDALIQ
Mereka
jadi pengikut syetan yang jelas-jelas akan menjerumuskan mereka ke NERAKA
NARASI 2
Kisah
ini dimulai dari sudut sebuah desa
Di
wilayah Mekah Al Mukarromah, terlihat seorang dengan penampilan yang keji ,
galak sedang menyeret seorang hamba sahaya yang konon katanya tidak mau
menyembah Patung Berhala yang mereka anggap Tuhan. Orang itu memaksa dan
menyiksa supaya budak beliannya mau ikut menyembah berhala.Sementara para
pengikut nya sedang mengadakan pemujaan terhadap Patung mereka.Mari kita lihat
aksi mereka…………….
Para Pengikut : “ Ya Uza yang agung kami datang untuk menyembahmu, Ya
Uza yang Agung berilah kami kesenangan Ya Uza yang agung, Ya Uza yang agung ,Ya….. Uza yang agung
Dajal : “ Hey, budak belian berlututlah kamu pada
UZA yang agung, sembahlah dia “
Hamba Sahaya (HS) :
“ Ampun tuanku, aku tidak mau meyembah selain Allah “
Dajal : “ Apa kamu bilang bangsat, cepat kamu
berlutut, sebut… sebut UZA yang agung, jangan pernah menyebut nama Allah di
sini, atau kamu mau mati yah “
HS : “ Tidak tuanku aku tidak mau, hamba
lebih baik mati , Ya Allah kuatkan iman saya, berilah hamba ketaqwaan”
Jahal : “ He
Dajal biar aku yang menyiksa dia, aku sudah gatal ingin memukli dia,
biar dia tahu hanya Uza yang bisa membuat kesenangan, “
Para Pengikut : “ Ya Dajal kami dengan senang hati untuk
menyiksanya bila tuanku mengizinkannya”
Pengikut 1 : “
He Budak makan ini ( Ia menyumpal mulut sang budak belian dengan kotoran,
sambil menendangnya)
Pengikut 2 : “ Ha ha ha lihat kawan-kawan dia mulai
kesakitan, ayo sebut lagi nama Tuhanmu itu, minta pertolongan pada dia,
hahaha….
HS : “ Ampun, ampun, ampun jangan paksa saya,
saya mohon, saya sudah tidak kuat lagi, Ya
Allah ya Allah, ampuni dosa orang-orang yang tidak tahu diri ini “ …(sambil
menangis)
Jahal : “ Dasar
keparat, kurang ajar kamu. Aku bunuh kamu …
Narasi 3
Hamba
sahaya itu disiksa diseret dan dipukuli dengan kejamnya, akhirnya ia di lempar
kedalam jurang
Hamba
sahaya yang dikira mati oleh kaum Dajal,
sebenarnya hanyalah pingsan tetapi keadaannya sangatlah parah, luka di sekujur
tubuhnya, tak mampu ia berdiri Namun Keimanannya sungguh mengagumkan.
HS : “ Ya Allah Ampuni dosa
hamba, berilah hamba kekuatan untuk selalu menjadi umatMu
Narasi 4
Tak
lama datanglah seorang yang berpakaian serba putih menghampiri Hamba sahaya
sambil berjongkok dan terkejut ia member salam.
Sobir : “ Assalamu’alaikum ,
HS : “ Waalaikum salam wahai orang budiman
tolonglah hamba ini, hamba sudah tidak kuat untuk bangun, tolonglah tolong
Sobir : “ Wahai ki sanak apa yang sudah terjadi,
Astaghfirullahhaladzim, mengapa badanmu penuh luka begini, apakah kamu disiksa
?
HS : “ Benar hamba disiksa dan dipaksa oleh
Dajal dan pengikutnya, karena hamba tidak mau menyembah uza Tuhan mereka”. Siapakah Tuanku ini ?
Sobir : “ Saya hanyalah orang biasa yang kebetulan
lewat ke hutan ini, Alhamdulillah ternyata saya akhirnya dapat menemukan
seorang muslim yang begitu taat terhadap ajaran Rasulullah, marilah ki sanak
kita pergi dari sini, biar saya bantu anda”
NARASI 5
Akhirnya
mereka berdua pergi meninggalkan tempat itu
Ketika
mereka sedang berjalan dari jauh datang beberapa orang pengikut Dajal , mereka
langsung menyergap dua orang hamba soleh.
Pengikut 3 : “ Heh…. Belum mati juga keparat ini, ayo
kawan-kawan kita bawa dan seret mereka ke Tuanku Dajal”
Para Pengikut : “ Seret mereka, siksa mereka, Tuanku Dajal
dan Jahal kami bawa orang yang kita cari
NARASI
6
Kedua
orang itu di bawa dan diseret ramai-ramai ke rumah Dajal
(Jahal
dan Dajal terlihat sedang minum-minuman)
Dajal : “ Cepat bawa kedua orang itu kehadapanku
Jahal : “ Hey bangsat belum mati juga kamu, ayo
minta pertolongan pada Allahmu itu aku tidak takut
Sobir : “Naudzubillahimindalik,
cepatlah bertobat , sebelum Allah memberikan azab pada kalian
Dajal : “ Ha ha ha …. Kami tidak takut, ayo
datangkan azab itu akan aku lawan… haha ha
Jahal : “ Mana berani Tuhanmu itu pada kami, aku
tidak percaya semua itu, dasar pendusta
Sobir : “ Astaghfirullahaladzim, kalian benar-benar
manusia biadab, ketahuilah kita semua manusia, gunung, langit, alam semesta,
dan seluruh makhluk diciptakan oleh Allah semata-mata untuk beribadah dan menyembah padaNya. Bertobatlah
HS : “ Ya Allah ampuni dosa-dosa mereka
kembalikan mereka ke jalan yang benar. Aku tahu engkau maha pengasih dan
penyayang. Amin
NARASI 7
Hanya
dengan kekuasaannya tiba-tiba Dua orang
soleh itu hilang dari pandangan, sementara Dajal, Jahal dan Para pengikutnya
yang siap-siap akan membunuh kedua orang itu dikejutkan dengan adanya gemba
bumi yang bergetar hebat, Tanah yang mereka pijak terbelah dan akhirnya menelan
mereka.
Kun
Fa Ya Kun , bila Allah telah murka dan azab pun datang maka dalam sekejap
terjadilah …….. Maha benar Allah
NASKAH DRAMA
JUDUL
: PENGHIANAT
TOKOH :
1. KAPTEN
BELANDA (BOST VAN ALLEN)
2. KAPTEN
DARMA
3. JAROT
PENGHIANAT
4. PANJI
PEJUANG
5. WARNI
ISTRI PANJI
6. LARAS
PEJUANG WANITA
7. WATI
ANAK PANJI
8. SUTRADARA
LATAR
: JAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Assalamua’alaikum
Wr. Wb
Pada
kesempatan ini kami dari Kelompok ............................. dengan
kerendahan hati ingin mempersembahkan sekelumit drama perjuangan yang
mudah-mudahan dapat menjadi cermin kehidupan dan suri tauladan kami.
Selamat
menyaksikan
BABAK
1
NARASI 1
Konon
di sebuah ruangan terlihat seorang pejuang wanita sedang melaporkan sesuatu
berita kepada Kapten Darma sang Komandan, mereka terlihat dalam keadaan
terlibat pembicaraan serius. Di sampingnya duduk seorang pejuang yang berwajah
sangar.
Darma (sambil hilir mudik gelisah) : “ Kenapa rencana ini bisa bocor ke
Belanda, padahal kita merencanakan serangannya dengan sematang mungkin, heran
!!!!!”
Laras : “ Saya Juga tiak habis pikir kapten, padahal
kita sudah menyusun rencana ini serapi mungkin, pasti ada yang tidak beres.
Jarot : “ Aku yakin pasti ada yang membocorkan rencana kita,
pasti ada penghianat , kalau kutemukan akan kutembak, brengsek..... (Sambil mengepalkan tangannya)
Darma : “ Mana Panji, waktu kita susun serangan mengapa dia tidak
ada, kemana dia ?”
Jarot : “ A ..ha , pasti dia yang membocorkan rencana
ini, soalnya waktu itu si Panji brengsek keliatan gelisah, tidak salah lagi, akan kuhajar dia. (Sambil berdiri dan bertolak pinggang)
Darma : “ Mungkin juga tapi jangan bertindak dulu mungkin dugaan kita
salah, Laras coba selidiki dia !”
Laras : “ Benar Kapten jangan gegabah, Panji aku lihat tidak mungkin melakukan itu, Dia
orangnya sangat setia”, tapi baiklah akan saya selidiki”.
Jarot : “ Ah..... saya yakin Dialah pelakunya, mengapa
kita banyak cingcong, kita tembak saja, beres kan !!! ‘
Darma : “ Sabar Jarot, mungkin bukan dia pelakunya, Laras laksanakan
perintahku !
Laras : “ Siap Kapten, saya pamit.
BABAK
2
NARASI 2
Kita
tunda suasana tegang di ruangan Kapten Darma, kita beralih ke sebuah rumah
kecil, dimana terlihat Panji dan Isrinya sedang bercakap cakap, tak jauh
terlihat anaknya tergeletak sakit, ia sedang di kompres oleh ibunya.
Panji : “ Bagaimana keadaan anak kita bu, aku khawatir sakit panasnya
makin parah, (sambil meraba dahi anaknya)
Warni : “ Gimana dong pa, badannya makin panas saja, padahal aku
sudah kasih dia ramuan yang diberikan oleh Pakle Giman, Bapa jangan khawatir
pergi saja ke markas biar ibu yang menjaga nya”
Wati : “ Bu, perutku sakit, dingin
bu..... (sambil menggigil,), bapa mau
pergi lagi bu ?”
Warni : “ Iya anakku, biar ibu olesi dengan minyak ya !,,,, bapa
kan harus berjuang , tenaganya masih diperlukan untuk membela bangsa kita,
tidur ya... do’a kan bapa supaya selamat.”
Panji : “ Wati anakku bapa tidak akan
kemana-mana, bapak disini menjagamu, Bapak akan berdo’a agar kamu cepat sembuh.
Wati : “ Wati tidak apa-apa, gak apa
bapa pergi juga kan ada ibu yang menemaniku, Bapak hati-hati yah.... biar bisa
mencari bunga lagi bersama wati”.
Warni : “ Ya sayang, ibu tahu kamu memang anak yang kuat. Doakan
yah..... (sambil membelai rambut wati)
Bapak pergi saja, kami tidak apa-apa,
Panji : “ Kalau begitu bapak pergi,
do’akan bapak selamat, biar Belanda cepat pergi dari bangsa kita (Sambil membawa senjata dan tas kecil)
Cepat sembuh yah.... Ibu bapa pergi
dulu, Assalamu’alaikum (Mereka saling
bersalam-salaman, Panji akhirnya pergi)
BABAK
3
NARASI 3
Sayup
sayup di kejauhan terdengar rentetan suara tembakan dan dentuman meriam,
suasana tampak tegang, terlihat Kapten Darma dan pasukannya sedang baku tembak
dengan tentara Belanda, mereka mengendap-ngendap, tiarap sambil menembakkan
senjatanya
Darma : “ Maju terus jangan diberi kesempatan, Allahu Akbar,
maju.....
Laras : “ Kapten awas ada tank musuh, cepat berlindung,....
mundur , mundur ! (sambil terus tiarap)
Darma : “ Mana pasukan yang lain cepat suruh melindungi saya, .....
saya akan coba pasang ranjau ini, biar tank itu dapat ihancurkan “.
Laras : “ Hati-hati kapten, tapi lihat ke sana (sambil menunjuk) ada Panji sedang
menaruh sesuatu di Jalan, berani sekali dia, apa saya gak salah lihat “.
Darma : “ Berani benar dia,
Astaghfirullahaladzim, dia tertembak kakinya, cepat tolong dia, (Laras cepat memapah Panji)
Panji : “ Maafkan saya Kapten, saya datang terlambat, trima
kasih Laras, tapi tadi saya sempat melihat Jarot sedang berada di Markas
Belanda bersama Kapten Belanda,
Darma : “ Benarkah ?, sedang apa dia disana, ?
Panji : “ Saya juga tidak tahu, tapi kelihatannya Jarot sedang
memberikan selembar kertas ke Kapten Belanda.
Laras : “ Kurang ajar... berarti dia penghianatnya,
selama ini dia jadi mata-mata Belanda, pantas saja, dia mati-matian menuduh
kamu Panji yang membocorkan rahasiah kita,,,....”
Panji : “ Demi Allah Kapten saya bukan penghianat, saya berani
mengorbankan jiwa raga saya untuk bangsa ini. Kurang ajar si Jarot itu,
Darma : “Kalau begitu kita sergap mereka, biar aku sendiri yang
akan menembaknya. Dasar penghianat (Mengepal
ngepalkan tangannya, marah-marah)
Laras : “ Itu mereka Kapten, Hey, Jarot Penghianat,
keluar kamu, ... menyerahlah brengsek !!!
(Jarot datang sambil terkejut dan menembakkan senjata)
Panji : “ Awas kapten ..... ( Panji melompat tapi terlambat dia tertembak karena menyelamatakan
Komandannya, Panji tersungkur)
Laras : “ Bedebah..... kutembak kamu Jarot (Jarot tersungkur karena tertembak oleh
senjata Laras, Panji membisikkan sesuatu kepada Kapten darma)
Panji : “ Kapten maafkan saya karena sa...sa..ya ... belum bisa
membebaskan bangsa ini, saya rela mati untuk Mer....mer..deka, Kapten tolong
berikan kalung ini kepada anak saya, sampaikan salam saya pada mereka, Allahu
Akbar (Panji pun gugur sebagai Pahlawan
di hadapan Pasukan darma)
Darma : “ Hari ini kami akan selalu mengenangmu Panji, aku tidak
akan melupakan pengorbananmu, Istirahatlah dengan tenang”
BABAK
4
NARASI 4
Pasukan
Kapten Darma terus menyerbu ke markas Belanda, akhirnya Kapten Darma Berhadapan
langsung dengan Kapten Bost Van Allen .
Darma : “ markas meneer sudah terkepung menyerahlah !
Van Allen : “ No, no, Ekstrimis, tidak ada kata menyerah, kamu orang sudah
berani berhadapan sama ay, hey Inlander, mau cari mati yah .... “.
Darma : “ Belanda keparat sudah terkepung masih juga tidak mau
menyerah
Van Allen : “ Di tanganku ada bom , majulah kamu orang, biar kita mati
bersama-sama
Laras : “ Hey mennir keparat, kamu sudah banyak membuat
bangsa kami menderita, pergilah pulang ke negeri mu, atau terimalah ini (sambil menembakkan senjatanya)
Van Allen : “ Kemon, tembak semua, tembaaaaaak , aaaahhhhhhhh (Kapten Van Allen, tersungkur karena dadanya tertembus peluru kapten
Darma)
Darma + Laras : “ Merdeka, merdeka,
merdeka, sekali merdeka tetap merdeka
NARASI 5
Akhirnya
Pasukan Kapten Darma berhasil merebut benteng Belanda, dan sepuluh tahun
setelah itu Alhamdullilah Indonesia Merdeka , Jayalah selalu Negeriku ...
INDONESIA
Sekian persembahan Drama ini ,
apabila ada
kesamaan nama Tokoh, itu semata kebetulan saja, cerita ini hanyalah fiktif
belaka untuk menjadi suri tauladan. Amin mudah-mudahan bermanfaat
Wassalamu’alaikunm Wr.Wb
Pada Zaman dahulu
kala di sebuah kerajaan yang bernama Babylonia hiduplah seorang Raja yang
bernama Namrud.Raja Namrud adalah seorang raja yang mempunyai banyak patung.
Berhala-berhala itu disembah dan dijadikan Tuhan oleh sang raja dan
pengikutnya. Di Negri itu pulalah Allah mengutus seorang Nabi yang cerdas yaitu
Nabi Ibrahim As. untuk membimbing mareka
kejalan yang benar. Akan tetapi bagaimanakah nabi Ibrahim As selanjutnya dalam
menghadapi sang raja, Berhasilkah ?
(Gerakkan :
orang-orang sedang menyembah berhala, sedangkan Nabi Ibrahim melihat sambil
mengintip-ngintip mereka)
Pada malam yang sepi
dimana orang-orang sedang tidur lelap, Nabi Ibrahim datang ketempat mereka
menyembah patung-patung itu. Lalu.... apa yang dikerjakan Nabi Ibrahim.
(Nabi Ibrahim
menghancurkan patung-patung kecil-kecil dan membiarkan patung paling besar
kemudian meletakkan sebuah kapak di patung yang paling besar)
Keesokan harinya,
pagi-pagi yang cerah.Raja Namrud berangkat ketempat persembahannya.Raja Namrud
terperangah kaget.
R. Namrud
Pengawal
R. Namrud
Pengawal
Pengawal
R. Namrud
Ibrahim
R. Namrud
Ibrahim
R.Namrud
Pengawal
Ibrahim
Kaum R.Namrud
R.Namrud
Kaum R.Namrud
|
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
: :
|
Perbuatan siapa ini
..!!
Tuan, ini pasti
perbuatan Ibrahim.
Tangkap dia ..!!
bawa dia kesini !
Baik Tuan (lalu
mencari Ibrahim)
(sudah membawa
ibrahim kepada raja) ini dia Ibrahim, Tuan !
Hai Ibrahim
!benarkah kamu yang menghancurkan
tuhan-tuhanku?
Bukan Tuan, patung
yang besar itu yang menghancurkannya, coba
saja tanyakan kepadanya?
Bodoh kamu, mana
bisa patung berbuat begitu, bicara saja tidak
bisa...
Bukankah yang bodoh
itu Tuan !sudah tahu patung tidak bisa
bicara kenapa harus disembah
dan dijadikan tuhan ?
(Dengan wajah yang
sangat marah) Pengawaaaaal, Tangkap dia !!! Bakar dia hidup – hidup !!!
(membawanya ke bara
api dan orang orang sedang berkumpul )
(Pada akhirnya nabi
Ibrahim dibakar hidup – hidup,tapi apa yang terjadi? Alloh telah memberikan
mukjizat kepada Nabi-Nya. Dinginlah api,dinginlah,dinginlah......
Maka Dinginlah api
sehingga Nabi Ibrahim tidak terbakar.Orang – orang yang melihatnya kagum dan
berkata ......)
Aku beriman kepada
Tuhannya nabi Ibrahim,aku beriman kepada Tuhannya Nabi Ibrahim,aku beriman
kepada Tuhannya Ibrahim.
Masukkan mereka
semua ke dalam api !!!
Alloh,Allah,Alloh
Tuhannya Ibrahim !
|
Begitulah akhirnya
Nabi Ibrahim di selamatkan oleh Alloh swt,sedangkan kaum raja Namrud yang
beriman kepada nabi Ibrahim diselamatkan Alloh dari siksaan api neraka hidup
abadi selamanya di Syurga Jannatunna’iim.amiin....
Kisah Karbala-Terbunuhnya Cucu Nabi
Fajar
mulai tampak di ufuk, pertanda subuh akan segera datang untuk mengusir
kegelapan malam. Perkemahan hamba-hamba Allah mulai disibukkan oleh datangnya
pagi.
Allahu
Akbar – Allahu Akbar – Allahu Akbar
Fajar
perlahan-lahan menghamparkan dirinya di padang Karbala dan menyajikan warna perak
di sungai Furat. Inilah saatnya untuk melaksanakan penghambaan kepada sang Maha
Pencipta. Imam Husein AS dan para pengikutnya yang setia berdiri menghadap
kiblat menunjukkan kepatuhan kepada Tuhan dengan melaksanakan perintah
shalat.Usai shalat, beliau berdiri untuk menyampaikan beberapa patah kata di
hadapan para sahabatnya. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat
Allah, beliau berkata, “Tuhan berkehendak untuk memerintahkan jihad kepada
kita. Sudah menjadi ketentuan-Nya bahwa kita semua akan gugur sebagai syahid.
Karenanya, bersabarlah menyongsong jihad melawan kekafiran ini.”
Pagi
itu, Imam Husein AS mengatur barisan pasukannya yang berjumlah 77 orang.Pasukan
sekecil itu diaturnya sedemikian rapi hingga menyerupai sebuah lasykar besar.
Zuhair bin Qain mendapatkan tugas di bagian kanan, sedangkan Habib bin Madhahir
ditempatkan di kiri. Bendera perang beliau serahkan kepada Abbas,
adiknya. Sedangkan Imam Husien sendiri berada di tengah barisan pasukan
bersama sanak keluarganya.
Sebagai
langkah awal pertahanan, pasukan suci itu membakar kayu-kayu yang ada di balik
parit yang memisahkan mereka dengan pasukan musuh. Dengan cara itu mereka
membuat sebuah kubu pertahanan yang kuat, sehingga tidak lagi disibukkan untuk
menjaga perkemahan.
Tak
lama kemudian, pasukan musuh mulai bergerak maju. Umar bin Saad dengan
pasukannya yang berjumlah 30 ribu orang menempatkan Umar bin Hajjaj di bagian
kanan dan Syimr bin Dzil Jausyan di bagian kiri. Komandan pasukan Ibnu Ziyad
itu memerintahkan Azrah bin Qais untuk memimpin pasukan berkuda. Pasukan
pejalan kaki dipimpin oleh Syabats bin Rab`i. Sedangkan bendera perang pasukan
dipegang oleh Zubaib, budak Umar bin Saad. Serangan ke arah kamp Imam Husein AS
dilancarkan. Pasukan Ibnu Ziyad yang berencana menyerang dari belakang terpaksa
mengurungkan niat karena berhadapan dengan api yang disulut oleh
sahabat-sahabat Imam Husien. Dengan kesal dan kemarahan memuncak, Syimr
menyeringai, “Hai Husein, rupanya kau tidak sabar untuk merasakan neraka
sehingga buru-buru menyalakannya di dunia.”
“Siapa
dia,” tanya Imam. “Aku rasa dia adalah Syimr bin Dzil Jausyan” lanjut beliau.
“Ya, dia adalah Syimr,” jawab para sahabat Imam Husien. “Hei Syimr, engkau
lebih layak masuk ke neraka dari pada aku.”
Muslim
bin Ausajah maju dan meminta izin dari Imam Husein untuk membidikkan anak
panahnya ke arah Syimr. Imam melarang dan mengatakan, “Aku tidak ingin menjadi
pihak yang memulai.”
Imam
Husein memandang ke arah pasukan Bani Umayyah, lalu mengangkat tangannya ke
atas dan berdoa, “Ya Allah, Husein-Mu selalu bertawakkal dan menyerahkan diri
kepadaMu.Engkaulah harapanku saat menghadapi kesulitan.Aku menyerahkan
segalanya kepadaMu.Ya Allah betapa banyak masalah yang Engkau selesaikan
setelah aku menyerahkannya kepadaMu.Betapa banyak kesulitan yang meluluhkan
orang perkasa sekalipun menjadi mudah bagiku saat aku mengajukannya ke
hadiratMu.Ya Allah, sekarang inipun aku menyerahkan diriku dan segala urusanku
kepadaMu.
Setelah
itu, Imam Husein AS meminta kudanya yang bernama Dzul Janah dan melesat ke arah
barisan pasukan Kufah. Persis di hadapan mereka beliau berhenti dan mengatakan:
“Wahai kalian semua! Jangan terburu-buru dan gegabah dalam mengambil
tindakan.Pikirkan sejenak dan dengarkanlah kata-kata dan nasehatku.Sebab kalian
berhak untuk mendengarnya dariku. Jika kalian mau mendengar dan memikirkannya,
jalan kebahagiaan akan terbentang di hadapan kalian. Jika tidak lakukanlah apa
yang kalian maukan dan selesaikanlah urusan ini secepatnya. Ketahuilah bahwa
Allah adalah Tuanku.Dialah yang menurunkan kitab suci dan melindungi
hamba-hambaNya.”
Suara
tangis histeris mengiringi kata-kata Imam Husein, sehingga beliau meminta
adiknya, Abul Fadhl Abbas untuk mendiamkan mereka dan berkata: “Abbas, suruh
mereka berhenti sebab masih banyak musibah yang akan mereka alami dan masih
banyak kesempatan untuk menguras air mata.”
Setelah
suara tangisan reda, beliau meneruskan: “Maha suci Allah yang telah menjadikan
dunia sebagai tempat kefanaan dan menjadikan umat manusia sebagai penonton
perubahan yang terjadi di dalamnya. Karenanya, siapa saja yang melihat dunia
bagai sesuatu yang agung berarti dia telah menipu dirinya sendiri.Barang siapa
yang terjebak di dalam tipudaya dunia, hanya kesengsaraanlah yang dia dapatkan.
Karenanya, jangan biarkan dunia menipu kalian! Sebab dunia akan mengandaskan
seluruh harapan dan angan-angan pecintanya. Mengapa kalian cenderung mengikuti
orang-orang yang hanya akan menjerumuskan kalian ke dalam murka dan amarah
Allah? Betapa Allah maha baik dan bijaksana dan betapa buruknya kalian sebagai
hamba-Nya.Wahai kalian yang mengakui ketuhanan-Nya dan mengaku beriman kepada
Nabi-Nya. Untuk apa kalian mesti memerangi keluarga Rasul? Sungguh syaitan
telah merasuki jiwa dan pikiran kalian.Semoga Allah mengandaskan seluruh
angan-angan kalian.Wahai warga Kufah, pikirkan benar-benar siapakah
diriku?Bukankah aku anak putri Nabi?Bukankah aku putra washi Rasul?Bukankah aku
putra orang yang pertama memeluk agama Islam? Bukankah Hamzah, penghulu para
syuhada adalah paman ayahku? Bukankah Ja’far Thayyar, pamanku? Lupakah kalian
akan sabda Nabi tentang diriku dan saudaraku? Lupakah kalian akan sabda Nabi
bahwa Hasan dan Husein adalah penghulu pemuda surga? Apakah kalian mengira aku
berdusta?Aku bersumpah bahwa aku tidak pernah mengotori lidah ini dengan
kata-kata dusta. Jika kalian tidak percaya tanyakan kepada Jabir bin Abdillah
Al-Anshari, Abu Said Al-Khudri, Sahl bin Sa’d As-Saidi, Zaid bin Arqam
atau Anas bin Malik. Mereka akan memberitahu kalian akan kebenaran kata-kataku.
Semoga sabda Nabi mengenai kami bisa mencegah kalian dari niat menzalimi kami.”
Tiba-tiba
Syimr bin Dzil Jausyan memotong kata-kata beliau dengan berseru: “Hei
Husein! Aku pasti akan ragu menyembah Tuhan jika aku tahu kebenaran
kata-katamu”
Celoteh
Syimr dijawab oleh Habib bin Madhahir: “Hei Syimr! Demi Allah, selama ini
engkau beribadah dengan keraguan yang menguasai jiwa dan pikiranmu. Aku tahu
benar bahwa engkau tidak akan memahami apa yang dikatakan oleh tuanku, Husein.
Sebab Allah telah membuat hatimu sekeras batu.”
Imam
melanjutkan: “Jika kalian masih ragu, apakah kalian meragukan bahwa aku adalah
anak dari putri Nabi kalian? Demi Allah kalian tidak akan menemukan cucu Nabi
di dunia ini selain diriku. Celaka kalian! Apakah aku telah membunuh salah
seorang dari kalian, sehingga kalian datang untuk menuntut balas dariku?Apakah
aku telah merampas harta kalian sehingga kalian menghunus pedang terhadapku?”
Semua
diam membisu, tak terkecuali Syimr.
Imam
Husein AS lantas memanggil beberapa orang dari barisan musuh: “Wahai Syabats
bin Rab`i, Hajjar bin Abjad, Qais bin Asy’ats, Zaid bin Haritsah! Bukankah
kalian yang menulis surat kepadaku untuk datang dengan mengatakan bahwa
buah-buah telah masak dan siap dipetik, dan seluruh warga Kufah akan menjadi
bala tentaraku? Apakah kalian sudah lupa kepada janji dan sumpah setia kalian?”
Semuanya
membantah pernah menulis surat itu kepada Al-Husein. Beliau menjawab: “Demi
Allah kalian telah menulis surat itu.”
Qais
bin Asy’ats menyergah: “Kami tidak tahu apa yang kau maksudkan. Jalan terbaik
bagimu adalah menyerah dan menerima kekuasaan Bani Umayyah. Mereka pasti akan
memberimu hadiah sebanyak yang kau inginkan. Mereka tidak akan mencelakakanmu.”
(Al-Husein):
“Hei Qais! Apakah engkau mengira bahwa Bani Hasyim akan menuntut darah orang
selain Muslim bin Aqil darimu? Demi Allah aku tidak akan mengulurkan tangan
kepada para tuanmu. Aku juga tidak akan pernah takut menghadapi peperangan.
Karena aku hanya berlindung kepada Allah, Tuhanku.”
Imam
Husein AS turun dari punggung kuda dan memberikan tali kekangnya kepada Uqbah
bin Salman. Kata-kata dan nasehat Imam dibalas dengan lemparan tombak oleh
pasukan Kufah.
Tak
lama kemudian, seorang bernama Abdullah bin Hauzah At-Tamimi dengan suara
lantang berseru: “Hei kelompok Khawarij, adakah Husein di antara kalian?”
Para
sahabat Imam menjawab: “Ya, Husein di sini. Apa maumu?”
Ibn
Hauzah kembali berseru: “Hai Husein! berbahagailah karena sebentar lagi engkau
akan masuk neraka.”
Imam
menjawab: “Aku akan segera bertemu dengan Tuhan yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Siapakah engkau?”
Abdullah
menjawab: “Aku adalah anak Hauzah At-Tamimi.”
Imam
Husein lantas mengangkat tangannya dan berdoa: “Ya Allah kirimlah ia ke
neraka.”
Mendengar
doa Imam Husein, Abdullah marah dan serta merta menghentakkan kudanya menuju
beliau. Mendadak kuda yang dinaikinya terbentur batu dan jatuh sehingga membuat
penunggangnya terpental ke tanah dengan kaki yang masih terikat di tubuh
kuda.Kuda itu bangkit dan berlari kesana-kemari menyeret penunggangnya. Tak
ayal, tubuh dan kepala Abdullah At-Tamimi berkali-kali membentur bebatuan
sahara Karbala. Abdullah tewas secara mengenaskan dan Allah telah mengirimnya
ke neraka. Mas’ud bin Wail Al-Hadhrami yang berada di barisan depan pasukan
berkuda pimpinan Umar bin Sa’ad menyaksikan kejadian itu dari dekat. Tanpa
banyak berpikir, dia mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan pasukan
Kufah. Dalam hati dia berkata: “Demi Allah aku tidak akan pernah memerangi keluarga
Nabi. Sebab mereka memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi di sisi Allah.”
Zuhair
bin Al-Qain mendatangi Imam Husein dan meminta izin untuk berbicara dengan
pasukan Kufah. Imam mengizinkan. Sahabat setia Imam Husein itu segera bangkit
dan berdiri menghadap pasukan musuh. Dengan suara lantang, Zuhair berseru:
“Wahai warga Kufah! Takutlah kalian akan azab Allah. Aku berdiri di sini untuk
menyampaikan nasehat kepada kalian, sebab kalian memiliki hak untuk
mendengarkannya dariku.Sampai saat ini, kita masih terikat dalam persaudaraan
seagama.Tali ikatan ini tetap ada selama pedang belum memisahkannya. Tetapi
ketika pedang sudah berbicara, kita akan terpisah menjadi dua kelompok yang
berbeda. Ketahuilah bahwa Allah telah menjadikan keluarga Rasul-Nya sebagai
ujian bagi kalian, bagaimana kalian memperlakukan mereka. Allah telah melarang
kalian untuk tunduk dan patuh kepada kaum durjana seperti Yazid dan Ubadillah
bin Ziyad. Dia pulalah yang memerintahkan kalian untuk membela anak cucu
Rasulullah.Jika tidak, tak lama lagi kaum durjana itu akan mencungkil mata
kalian, memotong kaki dan tangan kalian serta menggantung tubuh kalian di
batang korma.”
Nasehat
Zuhair dibalas dengan makian. Pasukan Kufah tetap bersikeras untuk tidak
meninggalkan medan perang sebelum berhasil membantai Imam Husein dan para
sahabatnya atau membawa mereka dengan tangan terbelenggu kepada Ibnu Ziyad.
Zuhair
kembali angkat suara: “Demi Allah, anak-anak Fathimah lebih baik untuk dicintai
dan dibela daripada anak Sumaiyyah. Jika enggan membela Husein, sebaiknya
kalian tinggalkan medan ini.”
Tiba-tiba
sebuah anak panah yang dibidikkan oleh Syimr bin Dzil Jausyan melesat ke arah
Zuhair. “Diam kau,” hardik Syimr.“Kata-katamu membuat kami lelah.”
Kepada
Syimr, Zuhair bin Al-Qain berkata: “Hei Syimr! aku tidak berbicara denganmu.
Sebab kau tak lebih dari seekor binatang. Demi Allah, aku menduga bahwa engkau
tidak memahami satu ayatpun dari Al-Qur’an. Tunggulah kehinaanmu di hari kiamat
kelak.”
Lagi-lagi
Syimr berujar: “Sebentar lagi Tuhan akan membunuhmu bersama tuanmu itu.”
Zuhair
menjawab: “Engkau menakut-nakutiku dengan kematian? Demi Allah kematian bersama
Husein lebih menyenangkan dari hidup bersama kalian.” Zuhair kembali
mengarahkan pembicaraannya kepada pasukan Kufah: “Wahai hamba-hamba Allah,
sadarlah, jangan sampai orang ini menjauhkan kalian dari agama Allah! Demi
Tuhan, syafaat keluarga Muhammad tidak akan didapatkan oleh mereka yang
membunuh anak cucu Rasul dan membantai para pembela mereka.”
Salah
seorang sahabat Imam Husein berkata kepada Zuhair: “Wahai Zuhair, sungguh
engkau bagaikan seorang Mu’min berada di keluarga Fir’aun dengan memberikan
nasehatmu kepada mereka. Semoga Allah membalasmu dengan balasan yang baik.”
Burair
bin Khudhair adalah seorang berusai lanjut yang dikenal zuhud, ahli ibadah, qari’
terkenal di kota Kufah dan sangat dihormati oleh kabilah Bani Hamdan.
Burair meminta izin Imam Husein untuk berbicara dengan pasukan Kufah yang sudah
gelap mata. Setelah mendapat restu dari cucu Nabi itu, Burair mengatakan: “Wahai
penduduk Kufah, Allah telah mengutus Muhammad untuk menunjukkan agama yang
lurus. Beliau telah memberikan petunjuk dan mengajak umat kepada jalan
Allah.Risalahnya bagaikan pelita yang menerangi kegelapan. Ketahuilah bahwa
mereka yang kini berada di hadapan kalian adalah anak cucu sang Nabi.
Karenanya, dengan alasan apakah kalian menghalang mereka mengambil air sungai
Furat?”
Pasukan
Kufah menjawab: “Hei Burair! singkat saja, kami bersumpah untuk membuat Husein
kehausan dan merasakan dahaga yang tidak akan pernah dialami oleh orang selain
dia.”
Burair
kembali mengingatkan mereka: “Risalah dan pesan kenabian ada di tengah-tengah
kalian yaitu keluarganya. Karena itu, pikirkan bagaimana kalian mesti bersikap
terhadap mereka.”
Pasukan
Ibnu Ziyad menjawab: “Yang kami inginkan adalah Husein mau tunduk kepada
perintah gubernur Kufah Ubaidillah bin Ziyad.”
“Celaka
kalian,” sergah Burair.“Lupakah kalian bahwa kalian telah menulis surat kepada
junjunganku Husein dan menyatakan sumpah setia untuk berkorban demi beliau?
Saat ini setelah Husein bersedia menjawab panggilan itu dan datang bersama
sahabat-sahabatnya untuk memenuhi ajakan kalian, kalian malah menjual mereka
kepada Ibnu Ziyad! Alangkah buruknya perlakuan kalian terhadap anak cucu
Rasulullah.Semoga Allah membuat kalian kehausan di hari pembalasan nanti.”
Terdengar
celoteh dari barisan musuh: “Hei Burair, kami tidak mengerti apa yang kau
katakan.” Burair menjawab: “Puji syukur kepada Tuhan yang telah menunjukkan
kepadaku siapakah kalian sebenarnya. Ya Allah, aku berlepas tangan dari
perbuatan mereka.Tuhanku, balaslah kejahatan yang dilakukan oleh kelompok ini
dengan kehinaan saat mereka menghadap-Mu dan jatuhkanlah laknat dan
kemurkaan-Mu atas mereka.”
Setelah
Burair berhenti berbicara puluhan anak panah menerjah ke arahnya.Burair kembali
ke posisinya semula di barisan Imam Husein AS.
Imam
Husein meminta kudanya.Setelah duduk di atas punggung kuda, beliau kembali
menghadap pasukan Kufah. Sambil meletakkan sebuah naskah Al-Qur’an di
atas kepalanya Imam Husein berkata: “Wahai penduduk Kufah, antara kita ada
kitab suci Tuhan dan sunnah kakekku Rasulullah. Tahukah kalian bahwa pakaian
yang melekat di tubuhku ini adalah pakaian Nabi?Tahukah kalian bahwa pedang dan
perisai yang aku bawa adalah milik kakekku, Rasululah?”
Pasukan
musuh membenarkan kata-kata Imam Husein. Menyaksikan itu beliau bertanya:
“Kalau begitu, apa alasan kalian memerangiku?”
“Ketaatan
kepada gubernur Ubaidillah bin Ziyad,” jawab mereka.
Mendengar
jawaban itu, Imam berkata, “Celaka kalian yang telah berbaiat kepada orang
seperti dia dan mengacungkan pedang ke arah kami. Celaka kalian yang memilih
untuk menjadi pembela musuh-musuh Allah yang tidak akan berlaku adil terhadap
kalian. Mengapa kalian justeru memerangi keluarga Rasul di saat pedang kaum
durjana menguasai kalian dan untuk selanjutnya orang-orang zalim itu akan
mengotori dunia dengan kezaliman mereka. Celakalah kalian yang telah
mencampakkan kitabullah dan mengubah-ubah kandungannya.Mengapa kalian patuh
kepada para pengikut syaitan, pendosa, durjana dan pelanggar ajaran
Rasul?Mengapa kalian justeru mengikuti mereka serta meninggalkan dan tidak
membela kami, keluarga Rasul? Demi Allah, bukan kali ini saja kalian melanggar
sumpah setia. Kehidupan kalian sarat dengan pengkhianatan yang telah menyatu
dengan kepribadian kalian.Ketahuilah bahwa Ibnu Ziyad telah memberiku dua
pilihan.Kehinaan atau pembantaian. Kami tidak akan pernah memilih kehinaan.
Sebab Allah, kaum mukiminin dan semua orang bijak tidak akan merelakanku
memilih kehinaan. Mereka tidak akan menerima alasanku mengikuti orang-orang
durjana itu. Kini aku bersama sanak keluarga dan sahabat-sahabatku yang
berjumlah kecil ini bangkit untuk berjuang di jalan Allah dan siap untuk
meneguk cawan syahadah. Wahai penduduk Kufah, ketahuilah bahwa setelah ini
kalian tidak akan hidup lama. Inilah yang diberitahukan oleh ayahku dari
kakekku Rasulullah. Wahai warga Kufah! pikirkanlah untuk selanjutnya selesaikan
segera urusan ini. Ketahuilah bahwa Husein hanya berharap kepada Allah yang
Maha Besar, sebab tak ada satupun makhluk yang hidup, kecuali seluruh urusan
dan kehidupannya ada di tangan Allah.Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang
lurus.”
Kemudian
Imam Husein membawakan bait-bait syair Farwat bin Masik Al-Muradi, salah
seorang sahabat Nabi:
“Wahai
kalian semua, jika kami menang itu sudah tradisi. Namun jika kami hancur
ketahuilah bahwa kami tidak akan kalah. Jika kami berhasil membunuh, kemenangan
ada pada kami, dan jika kami terbunuh kami tetap menang.Kami bukanlah pengecut
dan berhati lemah.Kami adalah jawara dan pemberani.Jika kami terbunuh berarti
itulah saat kesyahidan dan pengorbanan kami. Ketika kematian tidak menjemput
suatu kaum, berarti ketika itu ia sedang merenggut kaum yang lain.”
“Inilah
hari yang ditentukan bagi kami dan para pembela kami. Jika para tokoh dunia
kekal kamipun pasti akan kekal, sebab kami adalah pemuka umat manusia. Jika
para pemimpin meninggalkan dunia ini menuju ke alam keabadian, kamipun juga
akan berjalan menuju ke sana.”
Imam
Husein mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah, jangan kau siramkan
hujan rahmat-Mu kepada kaum ini. Buatlah mereka hidup di bawah kekuasaan para
durjana.Dudukkanlah budak dari Bani Tsaqif itu untuk menguasai mereka dan
memberi mereka rasa kehinaan.Engkau tahu bahwa Husein selalu berserah diri dan
bertawakkal kepadaMu. Engkaulah tempat kami semua kembali.”
Imam
mengarahkan pembicaraannya kepada komandan pasukan musuh, Umar bin Saad: “Hei
Umar! Apa engkau mengira dengan membunuhku engkau akan diangkat menjadi
gubernur Rey dan Gurgan? Demi Allah engkau tidak akan mendapatkan impian itu.
Kini lakukan apa maumu. Tapi ingat, bahwa setelah kematianku, engkau tidak akan
mengalami saat bahagia sama sekali. Aku menyaksikan anak-anak kecil di Kufah
yang bermain-main dan melempari kepalamu.”Umar bin Saad naik pitam.
Hurr
bin Yazid Ar-Riyahi berdiri di sisi Umar bin Sa’ad dan mendengarkan kata-kata
Imam Husein dengan seksama. Dia melirik ke arah Ibnu Saad dan berkata: “Hei
Ibnu Saad! Apakah engkau memang berniat membantai Husein?”
“Ya,”
jawab Umar.“Demi Allah aku akan menggempur kelompok itu, setidaknya aku bisa
memenggal kepala dan memotong tangan Husein.”
Hurr
bertanya lagi: “Apakah engkau sudah memikirkan apa yang dikatakan Husein tadi?”
Ibnu
saad menjawab: “Ya. Jika aku bisa, tentu aku akan menerima kata-katanya. Tapi
Ubaidullah bin Ziyad menekankan untuk menghabisinya. Aku tidak punya pilihan
lain.”
Hurr
memalingkan pandangan ke arah orang-orang di sekitarnya. Pandangannya tertumpu
kepada Qurrah bin Qais yang berada di sampingnya. Kepadanya Hurr berkata, “Hei
Qurrah, sudahkah engkau memberi minum kudamu?”“Belum,” jawabnya.
Hurr
berkata lagi, “Apakah engkau tidak mau memberinya minum?”
Kata-kata
Hurr dicermati oleh Qurrah.Ia bisa menangkap maksud Hurr. Qurrah menduga bahwa
Hurr berniat memisahkan diri dari barisan pimpinan Umar bin Saad tanpa harus
diketahui orang lain.
Secepat
kilat Hurr melesat ke arah perkemahan Imam Husein. Di tengah jalan ia dihadang
oleh Muhajir bin Aus. Muhajir berseru memanggil Hurr, “Hei Hurr, apakah engkau
berniat menyerang Husein sekarang?”
Muhajir
yang menyaksikan tubuh Hurr yang menggigil dan wajahnya yang pucat pasi
bertanya, “Hurr, Ada apa denganmu?Mengapa badanmu gemeter seperti ini.Padahal
jika ada yang bertanya kepadaku siapakah jawara Kufah aku pasti akan
menyebutkan namamu?”
Hurr
menjawab: “Muhajir, aku berada di persimpangan jalan, jalan ke surga dan
jalan ke neraka, dan aku harus memilih salah satunya. Demi Allah aku
hanya menginginkan surga meski harus dibakar hidup-hidup.”Selepas mengucapkan kata-kata
itu, Hurr melesat ke arah perkemahan Imam Husien AS dengan kepala tertunduk
malu.
Dengan
airmata yang membasahi pipinya, Hurr berseru, “Ya Allah, aku datang untuk
menebus semua kesalahanku dan bertaubat kepada-Mu.Terimalah taubatku ini.Akulah
yang telah melukai hati sanak kelurga Rasul.”Kepada Imam Husein AS, Hurr
mengatakan, “Aku menyesali semua kesalahanku.Apakah taubatku bisa diterima?Ya
Allah aku bertaubat kepada-Mu.”
Imam
menjawab, “Ya, Allah menerima taubatmu.” Hurr berkata lagi, “Saat meninggalkan
Kufah, aku mendengar suara yang memberiku kabar gembira akan surga.Dan kini aku
berkata sendiri dalam hati, celaka aku yang telah diberi kabar gembira tentang
surga tapi berniat memerangi cucu Rasulullah.”
Imam
kembali berkata, “Engkau beruntung. Semoga Allah membalas kebaikanmu.” Hurr
meminta izin untuk pergi ke medan dan berbicara dengan pasukan Kufah. Imam
Husein mengizinkan.Hurr maju ke arah pasukan Ibnu Saad dan dengan suara lantang
mengatakan, “Celaka kalian wahai penduduk Kufah!Kalianlah yang telah memanggil
cucu Rasul untuk datang kepada kalian.Kalian mengaku bersedia mengorbankan jiwa
untuknya.Tapi kini di saat beliau datang memenuhi panggilan kalian, kalian
malah menyambutnya dengan pedang terhunus.Kalian memperlakukannya bagai tawanan
perang dan menutup air untuk beliau dan keluarganya.Betapa buruknya kalian yang
memperlakukan cucu Nabi sedemikian keji.Semoga Tuhan tidak menghilangkan dahaga
kalian.”
Tiba-tiba
sekelompok penunggang kuda keluar dari barisan pasukan Kufah dan menyerang Hurr.Hurr
mundur dan menggabungkan diri dengan barisan Imam Husein AS, sebab beliau
melarang sahabat-sahabatnya untuk memulai pertempuran.
Syimr
maju ke arah barisan Imam Husein dan berseru, “Di mana anak-anak saudariku?Di
mana Abbas dan adik-adiknya?”Mereka menolak untuk memenuhi panggilan
Syimr.Kepada mereka Imam Husein berkata, “Penuhi panggilannya, meski dia
seorang fasik.” “Hei Syimr, apa maumu?”
“Kalian
adalah anak-anak saudara perempuanku. Aku akan memberi kalian keselamatan.
Jangan binasakan diri sendiri.Tunduklah kepada Yazid.”
Abbas
yang dikenal dengan Abul Fadhl dan saudara seayah Imam Husein menjawab, “Semoga
Allah melaknatmu dan melaknat keselamatan yang kau janjikan itu.Semudah itukah
engkau memberi kami keselamatan sedangkan jiwa Husein, putra Rasulullah tidak
selamat?Kau menginginkan kami meninggalkannya dan tunduk kepada orang-orang
terkutuk itu?Betapa kotornya pikiranmu!”
Drama
padang Karbala memasuki babak baru. Umar bin Sa’ad maju mendekat ke arah
perkemahan Imam Husein AS. Perlahan-lahan, dia meletakkan anak panah di
busurnya dan membidikkannya ke arah pasukan suci itu.Anak panah melesat ke
sasaran. Umar bin Saad berseru, “Wahai penduduk Kufah, saksikanlah bahwa aku
adalah orang pertama yang membidikkan panah ke pasukan Husein. Sampaikan hal
ini kepada gubernur Kufah, Ubaidillah bin Ziyad!”
Menyusul
aksi Ibnu Sa’ad, pasukan Kufah menghujani kamp Imam Husein dengan anak
panah.Tak ada sahabat Imam Husein yang selamat dari serangan itu. Imam dengan
mantap menyuruh mereka untuk bergegas menyambut kesyahidan dan berkata,
“Bangkitlah wahai para pembela agama Allah. Songsonglah syahadah yang telah
menjadi bagian kita.Anak-anak panah ini adalah pesan yang mereka kirim.”
Para
sahabat Imam Husein segera bangkit menyerang pasukan musuh.Pertempuran tak
dapat dielakkan lagi. Ratusan pedang dan tombak menari-nari di medan medan
laga. Beberapa saat kemudian bentrokan berhenti.Debu-debu yang bertaburan mulai
kembali ke posisi semula. Tampak lima puluh orang sahabat Imam Husein jatuh
bergelimang darah.
Yasar
budak Ziyad dan Salim budak Ubaidillah bin Yazid datang ke medan laga dan
menantang Habib bin Madhahir dan Burair bin Hudhair untuk duel. Imam tidak
mengizinkan kedua sahabatnya itu untuk maju memenuhi tantangan tersebut. Dari
dalam barisan pasukan Imam, Abdullah bin Umair Al-Kalbi yang dikenal pemberani,
dan jawara di medan laga serta memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap
datang menghadap Imam Husein dan meminta izin untuk berduel. Imam mengizinkan
dan berkata, “Dia adalah prajurit yang mahir di medan laga.”
Melihat
sahabat Imam itu, Yasar dan Salim bertanya, “Siapa kau?” Dengan melantunkan
beberapa bait syair, Abdullah mengenalkan dirinya. Yasar dan Salim menyahut,
“Kami tidak mengenalmu. Biarkan Zuhair, Habib atau Burair yang datang untuk
berduel dengan kami.”
“Apakah
kalian takut berhadapan denganku?”Kata-kata Abdullah membakar emosi mereka
berdua.Salim menyerang. Duel antara Abdullah dan Salim berlangsung seru. Yasar
secara diam-diam menyerang Abdullah dari belakang.Para sahabat Imam Husein berseru,
“Hati-hati, Abdullah!” Salim memutar pedangnya dan mengayunkannya ke arah
sahabat Imam itu. Abdullah menangkisnya dengan tangan kiri.Tak ayal pedang
Salim memisahkan jar-jari tangan Abdullah dari badannya.Pukulan Salim dibalas
dengan pukulan pedang.Salim terjerembab bermandikan darah.Abdullah kembali ke
kemah Imam Husein. Kedatangan Abdullah disambut oleh istrinya yang lantas
mendorongnya untuk kembali ke medan laga. “Abdullah, kembalilah ke medan dan
korbankanlah dirimu untuk manusia suci dan anak Rasul ini. Demi Allah tak akan
kubiarkan engkau gugur sendirian. Aku akan bersamamu menyongsong syahadah,”
ujar sang istri. “Bukankah beberapa saat lalu, engkau mencegahku untuk
berkorban demi Husein? Mengapa kini engkau juga ingin terjun ke medan tempur?”
tanya Abdullah. Sang istri menjawab, “Jangan kau salahkan diriku.Baru saja aku
mendengar Imam Husein mengatakan sesuatu?” “Apa yang beliau katakan?” tanya
Abdullah. “Beberapa saat tadi aku mendengar Husein berkata, “Ah, betapa
sedikitnya orang yang mau membelaku.”
Kepada
Imam Husein, Abdullah berkata, “Ya Abu Abdillah, perintahkanlah istriku supaya
kembali ke kemah.” Imam memerintahkan istri Abdullah untuk kembali dan
mengatakan, “Allah membalas jasa baik kalian yang telah membela keluarga
Nabi-Nya. Ummu Wahb, kembalilah ke kemah, sebab Allah tidak memerintahkan
wanita untuk berperang.”
Sekonyong-konyong,
Umar bin Khalid As-Saidawi bersama budaknya yang bernama Sa’ad, Jabir bin Haris
dan Majma’ bin Abdillah Al-Haizi secara serentak maju menyerang pasukan Kufah
dan mengobrak-abrik barisan mereka. Tebasan pedang mereka menjungkalkan banyak
prajurit musuh.Akhirnya pasukan Ibnu Saad mengepung mereka sehingga praktis
sahabat-sahabat Imam Husein itu terpisah dari pasukan induk. Menyaksikan itu,
Imam memerintahkan saudaranya yang bernama Abbas untuk pergi membantu dan
menyelematkan mereka dari kepungan pasukan Kufah. Bagai singa kelaparan, Abbas
menyerang dan mengobrak-abrik pasukan musuh untuk menyelamatkan keempat sahabat
Imam Husein.Para jawara yang terluka itu kembali menyerang.Puluhan orang
menggelepar-gelepar di tanah terkena tebasan pedang mereka. Akhirnya, keempat
sahabat Imam Husein itu meneguk cawan syahadah, Inna lillah wa inna ilahi
rajiun.
Imam
Husein memegang janggutnya dan berkata, “Demi Allah, aku tidak akan tunduk
kepada kemauan kaum durjana ini, sampai aku menemui Tuhanku dengan tubuh
berlumur darah.”
Kemudian
dengan suara lantang Imam Husein berseru: “Tidak adakah orang yang sudi membela
keluarga Rasul?” Kata-kata imam itu disusul oleh ledakan tangis histeris para
wanita dari dalam kemah.
Dari
dalam pasukan musuh, Sa’ad bin Harits dan saudaranya Abul Hatuf sadar setelah
mendengar seruan Imam Husein itu. Tanpa berpikir panjang, mereka berdua
berbalik menyerang pasukan Umar bin Sa’ad. Sebelum gugur syahid, mereka
berhasil membunuh beberapa orang prajurit Kufah.
Jumlah
pasukan Imam Husein semakin berkurang dengan gugurnya beberapa orang dari
kelurga Nabi.Akhirnya pertempuran berganti menjadi duel satu lawan satu.Banyak
prajurit Kufah yang terbunuh. Umar bin Hajjaj berseru, “Wahai penduduk Kufah,
tahukah kalian dengan siapa kalian berduel? Mereka adalah para jawara yang tak
mungkin dikalahkan. Hujani mereka dengan batu, karena cara itulah yang paling
tepat untuk menghabisi mereka.” Tak lama setelah itu, Umar bin Hajaj bersama
pasukannya menyerang barisan Imam Husein. Meski berjumlah sedikit, pasukan Imam
Husein tegar bertahan menghadapi mereka. Banyak pasukan musuh yang tewas
di tangan jawara-jawara pembela keluarga Nabi. Pasukan Kufah mundur. Sahabat-sahabat
Imam menghujani mereka dengan anak panah. Tak berapa lama, Umar bin Hajjaj
bersama Abdullah Bajali kembali menyerang. Bentrokan kembali meletus.Setelah
pasukan musuh kembali menarik diri, tampak Muslim bin Ausajah, salah seorang
sahabat setia Imam Husein, terkapar di tanah dengan tubuh berlumur darah.
Muslim bin Ausajah adalah seorang yang dikenal pemberani di kota Kufah. Dialah
yang menjadi wakil Muslim bin Aqil di Kufah untuk mengumpulkan dana, membeli
persenjataan, dan mengambil baiat untuk Imam Husein. Dialah yang di malam
Asyura ketika Imam Husein menyuruh para sahabat untuk pergi meninggalkannya,
dengan mantap bangkit dan berkata, “Wahai putra Rasulullah, untuk apa kami
harus pergi meninggalkanmu? Jika itu kami lakukan apa jawaban kami di hadapan
Allah nanti? Demi Allah, aku akan tancapkan tombakku di dada musuh-musuhmu.
Selagi pedang ada di tanganku, aku akan memukulkannya di tubuh pasukan musuh.
Jika aku tidak memiliki senjata aku akan berperang dengan batu. Demi Allah kami
tidak akan meninggalkanmu. Biarkan Tuhan menyaksikan pengorbanan dan pembelaan
kami kepada kehormatan Nabi.Demi Allah untuk membelamu, aku siap dibunuh lalu
dihidupkan kembali.Setelah itu di bunuh dan dibakar dan abu pembakaran tubuhku
ditaburkan.kemudian aku dihidupkan. Begitu seterusnya sampai tujuh puluh kali.
Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sampai nyawaku terlepas dari badan ini.
Bukankah aku cuma akan mati sekali untuk kemudian pergi ke alam keabadian?
Muslim
kini kini tergeletak di tanah. Imam Husein bersama Habib bin Madhahir
mendatanginya.Imam mendoakannya. Habib bin Madhahir yang juga sahabat karib
Muslim berkata kepadanya, “Sulit bagiku menyaksikan keadaanmu seperti ini.
Bergembiralah, karena sebentar lagi engkau akan pergi ke surga.”Dengan suara
lirih yang nyaris tak terdengar, Muslim berkata, “Allah juga telah menyediakan
surga untukmu.”
“Muslim,”
kata Habib.“Jika aku masih bisa hidup lama setelahmu, aku siap menerima
wasiatmu.Tapi aku tahu bahwa tak lama lagi akupun akan menyusulmu.”Muslim
menunjuk kepada Imam Husein dan mengatakan, “Habib sahabatku, wasiatku
satu-satunya adalah jangan sampai engkau meninggalkan Husein.” Setelah
mengucapkan kata-kata ini, muslim menutup mata untuk selamanya, inna lillahi wa
inna ilahi rajiun. Saat itulah Imam Husien AS membacakan ayat Al-Qur’an
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَي نَحْبَهُ فَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ
وَمَا بَدَلُوْا تَبْدِيْلاً
Pasukan Kufah bersorak gembira
karena berhasil membunuh Muslim bin Ausajah. Syabats bin Rab`i dengan suara
lantang berseru, “Hei kalian semua, apakah dengan membunuh Muslim kalian
sedemikian bersuka cita? Celaka kalian! Tahukah kalian bahwa Muslim sangat dihormati
oleh kaum muslimin? Demi Allah! pasukan kafir gentar menghadapi pedangnya.
Dialah jawara yang membuat pasukan musuh ketakutan.”
Syimr dan beberapa orang prajurit
Kufah menyerang perkemahan Imam Husein. Abdullah bin Umair Al-Kalbi datang
menghadang laju mereka. Dengan semangat tinggi dan jiwa kepahlawanan, sahabat
Imam Husein itu menari-narikan pedangnya.Beberapa orang roboh terkena sabetan
pedang Abdullah yang menyambar-nyambar bagai petir.Namun tak lama kemudian,
pedang Hani Shabiy Al-Hadhrami berhasil memisahkan tangan kanan Abdullah dari
badannya.Ketangkasan Ibnu Umair mengendur.Mendadak sebuah sabetan pedang
merobohkan sahabat Imam Husein itu.Abdullah gugur sebagai syahid.
Dengan
tergopoh-gopoh, istri Abdullah datang dan memangku tubuh tak bernyawa itu
sambil membersihkan darah yang membasahi wajahnya. Kepada suaminya sang istri
berkata, “Berbahagialah, karena engkau kini telah terbang ke surga sana. Aku
berharap Tuhan juga memberiku tempat di surga bersamamu.”Adegan itu disaksikan
oleh Syimr.Dia segera memanggil budaknya dan memerintahkannya untuk menghabisi
Ummu Wahb, istri Abdullah.Sang budak yang berhati batu itu melaksanakan
perintah tuannya.Tanah Karbala kembali dibasahi oleh darah manusia suci,
pembela keluarga Nabi.Pembantaian itu sekaligus menobatkan Ummu Wahb sebagai
wanita pertama yang syahid dalam tragedi Karbala.
Pasukan
Kufah yang kesetanan dengan keji memanggal kepala Abdullah bin Umair dan
melemparkannya ke perkemahan Imam Husien AS. Kepala itu disambut oleh ibu
Abdullah yang lantas menciuminya.Tanpa diduga, wanita tua itu bangkit dan
mengambil sepotong kayu lalu menyerang ke arah pasukan musuh.Imam Husein datang
mencegah dan mengatakan, “Kembalilah ke kemah.Semoga Allah mengampunimu.Tuhan
tidak mewajibkan jihad atas wanita.”
Syimr
dan pasukannya kembali menyerang. Kali ini Zuhair bin Al-Qain bersama sepuluh
orang sahabatnya menyambut kedatangan mereka. Bentrokan tak dapat
dihindari.Meski berjumlah sedikit mereka berhasil memporak-porandakan barisan
pasukan Kufah. Keperkasaan sahabat-sahabat Imam Husein di medan laga dan
kepiawaian mereka menarikan pedang menciutkan nyali pasukan Kufah. Qais,
komandan pasukan berkuda Kufah, yang menyaksikan kekalahan orang-orangnya
meminta bantuan pasukan yang lebih banyak. Umar bin Sa’ad segera mengirimkan
pasukan pimpinan Hushain bin Umair.
Bentrokan
masih terus berkecamuk.Pasukan Imam Husein AS bagai singa kelaparan
mencabik-cabik pasukan musuh tanpa mempedulikan besarnya jumlah mereka.Beberapa
orang Kufah jatuh tersungkur bersimbah darah.Pasukan Imam Husien hanya berpikir
untuk mempersembahkan yang terbaik kepada keluarga Rasulullah.Zuhair dan
sahabat-sahabatnya, bagai benteng kuat yang menghalangi pasukan musuh untuk
sampai ke perkemahan Imam Husein AS. Meski berulang kali berusaha melumpuhkan mereka,
namun Umar bin Sa’ad dan pasukannya tetap gagal menembus pertahanan itu.
Akhirnya,
Ibnu Sa’ad memerintahkan orang-orangnya untuk membakar kemah Imam Husein.Tak
ayal lagi, wanita dan anak-anak yang sejak tadi berada di dalam kemah
berhamburan keluar.Saat itulah, Abu Sya’sa Al-Kindi maju melindungi Imam Husein
dari gempuran musuh sambil membidikkan anak panahnya ke arah mereka.Beberapa
orang menggelepar-gelepar di tanah terkena panahnya.Imam Husein yang
menyaksikan adegan itu berdoa, “Ya Allah, kuatkanlah tangannya, tepatkanlah
bidikannya dan berikanlah surga kepadanya sebagai pahala kebaikannya.”Namun tak
lama kemudian, Abu Sya’sa pun pergi menemui Tuhannya setelah mempersembahkan
jiwa dan raganya kepada Islam. Inna lillah, wa inna ilahi rajiun.
Terik
mentari semakin membakar, pertanda waktu dhuhur akan segera tiba. Di kamp Imam
Husein, Abu Sumamah As-Saaibi (Saa-ibi) menatap mentari lalu menghadap Imam
sambil mengatakan, “Wahai Abu Abdillah, jiwaku aku korbankan untukmu. Lihatlah
musuh semakin dekat. Demi Allah, tak akan kubiarkan Anda gugur sebelum aku
mempersembahkan jiwa ini untukmu dengan bersimbah darah. Namun sebelum pedang
mencabik-cabik tubuhku, aku ingin shalat dhuhur di belakangmu untuk terakhir
kalinya.”
“Engkau
masih ingat akan kewajiban shalat.Semoga Allah memasukkanmu ke dalam golongan
para penegak shalat dan yang selalu mengingat-Nya.Benar, sudah saatnya untuk
melaksanakan shalat Dhuhur.” Imam melanjutkan, “Minta mereka agar menghentikan
peperangan sejenak untuk melaksanakan shalat.”
Permintaan
Imam Husein itu dijawab oleh Hushain bin Umair, “Hei, Tuhan tidak akan menerima
shalat kalian.”
Habib
bin Madhahir bangkit menjawab kelancangan itu dan berkata, “Hei Hushain, kau
kira shalat cucu Nabi tidak diterima Allah, sedang shalatmu diterima?” Hushain
bin Umair naik pitam. Dia menghentakkan kudanya untuk menyerang Habib.Habib
memukul kepala kuda Hushain.Ibnu Umair terjengkal.Kematian sudah tampak di
hadapannya. Namun ia lolos dari maut setelah pasukan Kufah datang
menyelamatkannya. Habib bin Madhahir maju dan menyerang pasukan musuh. Enam
puluh dua orang terjerembab di atas pasir Karbala bermandikan darah terkena
sabetan pedang sahabat Imam Husein itu.Sekonyong-konyong seseorang dari Bani
Tamim memukulkan pedang ke tubuh Habib dan berhasil melukainya.Habib terhuyung
dan jatuh ke tanah. Sebelum sempat bangkit untuk kembali melakukan perlawanan,
Hushain menyerbu ke arahnya dan dengan sekali tebas, kepala Habib bin Madhahir
terpisah dari badannya yang suci. Kematian Habib bin Madhahir bagai tombak yang
menikam hati Imam Husein. Beliau berkata, “Darah Habib bin Madhahir akan aku
tuntut kelak di hadapan Allah.”
Hurr
bin Yazid Al-Riyahi dan Zuhair bin Al-Qain maju ke arah pasukan Umar bin Saad.
Kedua jawara itu saling membantu di medan laga. Sambil menari-narikan
pedangnya, Hurr bersenandung:
Akulah
Hurr yang akan menebas kalian dengan pedang. Akulah pembela manusia paling
mulia. Akan kubantai kalian tanpa ragu dan bimbang.
Setelah
bertarung cukup lama, Hurr terguling di tanah bersimbah darah.Para sahabat Imam
Husein yang masih tersisa datang dan membawa tubuh suci itu ke perkemahan.Hurr
masih bernafas.Imam Husein dengan penuh kelembutan meletakkan kepalanya di
pangkuan beliau.Sambil membersihkan darah dari wajah Hurr, beliau berkata,
“Engkau benar-benar bebas seperti nama yang diberikan ibumu kepadamu.Sungguh
engkau bebas, di dunia dan akhirat.”
Ali
putra Imam Husein datang dan mengatakan, “Hurr, engkaulah jawara sejati yang
berkorban demi Husein.”
Imam
Husein AS dan para sahabatnya berdiri untuk melaksanakan shalat Dhuhur
berjamaah. Zuhair bin Al-Qain dan Said bin Abdullah Al-Hanafi berdiri di depan
mereka dan menjadi tameng hidup. Setelah shalat berjamaah selesai, Said ambruk
karena luka yang dideritanya.Pada detik-detik terakhir kehidupannya, Said
mengatakan, “Ya Allah, kutuklah kelompok pengkhianat janji ini seperti Engkau
melaknat kaum ‘Ad dan Tsamud.Ya Allah sampaikanlah salamku kepada Nabi-Mu.”
Sambil menatap Imam Husein, ia berujar, “Husein tuanku, apakah aku telah
memenuhi janji setiaku?” Imam menjawab, “Ya, bergembiralah, karena surga telah
menantimu. Tak lama lagi aku akan menyusulmu. Sampaikan salamku kepada kakeku
Rasulullah.”
Setelah
itu, Imam Husein mengalihkan pandangan ke arah para sahabatnya dan berkata,
“Sahabat-sahabatku, pintu surga telah terbuka menantikan kedatangan
kalian.Sungai-sungai surga dan buah-buahnya tak sabar menunggu kalian.Nabi dan
para syuhada berbaris untuk menyambut kalian.Karenanya, teruskan pengorbanan
kalian demi keluarga Nabi.Semoga Allah mengampuni kalian semua.”
Kata-kata
Imam Husein AS belum selesai ketika Yazid bin Mi’qaltiba-tiba berseru, “Hei
Burair, bagaimana takdir Tuhan menurutmu?” Burair menjawab, “Demi Allah aku
hanya menyaksikan kebaikan dalam takdir dan kehendak Tuhan. Dialah yang
membimbingku ke jalan kebaikan.Sedangkan takdir telah membawamu menjadi budak
kejahatan.”
“Bohong,”
sergah Ibnu Mi’qal. “Hei Burair, ingatkah engkau waktu kita bersama-sama di
kabilah bani Hawazin, saat itu engkau mengatakan bahwa pemimpin kelompok yang
mendapat hidayah adalah Ali bin Abi Thalib?”
“Iya,”
jawab Burair.“Sampai kinipun aku masih mengatakannya.Aku bersaksi bahwa engkau
termasuk dalam golongan mereka yang sesat.Kini aku tantang engkau untuk
bermubahalah dan meminta Allah untuk menurunkan laknat-Nya atas orang yang
berdusta di antara kita berdua.”
Keduanya
lantas mengangkat tangan dan meminta kepada Allah untuk melaknat dan
membinasakan orang yang berdusta di antara mereka berdua. Adegan itu
dilanjutkan dengan duel. Tidak berapa lama, pedang Burair menancap di kepala
Yazid.Yazid terkapar di tanah bermandikan darah. Mendadak Radhi bin Munqiz
Al-Abdi datang menyerang. Burair menerkam dan membantingnya ke tanah, lalu
duduk di atas tubuhnya. Ka’ab bin Jabir bin Amr Al-Azdi maju untuk segera
menghabisi Burair. Afif bin Zuhair bin Akhnas menegurnya, “Celaka engkau yang
berniat membunuh Burair bin Khudhair, qari terkemuka di Kufah. Biarkan
dia.”Ka’ab tidak memperdulikan teguran itu dan tetap melangkah maju.Sekejap
kemudian, pedang Kaab terayun ke punggung Burair.Burair, sahabat setia Imam
Husein itu, tersungkur mencium tanah dengan tubuh berlumur darah.Burair gugur
sebagai syahid.
Pembunuhan
Burair oleh Kaab membangkitkan reaksi keras. Kepada Ka’ab, istrinya berkata,
“Celaka engkau hei Ka’ab. Engkau telah menghunus pedang terhadap cucu
Rasulullah dan membunuh pemuka para qari Kufah, Burair bin Khudhair. Demi Allah
aku tidak akan berbicara lagi denganmu selamanya. Betapa besar dosa yang telah
engkau lakukan!”
Handhalah
bin As’ad Asy-Syabamimaju. Dengan suara lantang dia berseru, “Hei penduduk
Kufah, Aku sungguh mengkhawatirkan terulangnya peristiwa Ahzab dan perbuatan
umat Nuh, kaum Ad dan kaum Tsamud karena perbuatan kalian. Aku mengkhawatirkan
hari di mana kalian saling menyalahkan, sedang Allah tidak akan mengampuni
kalian lagi. Barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang
bisa memberinya petunjuk. Tinggalkan Husein dan jangan kotori tangan kalian
dengan darahnya.Jika tidak, Allah pasti akan menghukum kalian dengan azab-Nya
yang pedih.”Imam Husein yang mendengar kata-kata itu mendoakan Handhalah,
“Semoga Allah merahmatimu.Mereka telah terjerumus ke dalam jurang dan akan
merasakan azab Tuhan.”Putra As’ad Asy-Syabami itu mengiyakan dan berkata,
“Benar.” Handhalah lalu bangkit dan maju ke medan tempur untuk bertarung sampai
akhirnya ia meneguk cawan syahadah.
‘Abis
bin Abi Syaib (شَيْب) Asy-Syakiri bertanya kepada Syaudzab, salah seorang
sahabatnya yang dikenal sebagai pengikut setia Ahlul Bait dan muhaddis besar.
“Apa yang akan kau lakukan, wahai Syaudzab?”“Berperang membela cucu Rasul
sampai aku terbunuh,” jawab Syaudzab. ‘Abis menanggapi kata-kata sahabatnya itu
dan berkata, “Aku juga berpikir sama. Kalau begitu mari kita menghadap Imam dan
meminta izin beliau untuk maju ke medan tempur.” Syaudzab menghadap Imam Husein
AS dan meminta izin untuk bertempur melawan musuh. Imam mengizinkan. Syaudzab
maju dan bertempur dengan gigih sampai akhirnya dia meneguk cawan syahadah.Tak
berapa lama ‘Abis keluar dari barisan dan menyerbu pasukan musuh.Kelincahannya
memainkan pedang dan menjungkalkan lawan serta keberaniannya membuat pasukan
musuh berdecak kagum.Pertempuran ‘Abis disebut-sebut sebagai salah satu contoh
kepahlawanan para jawara pejuang kebenaran. Sudah menjadi tradisi bagi para
sahabat Imam Husein untuk meminta izin terlebih dahulu kepada Imam sebelum
pergi ke medan tempur, lalu berpamitan kepada beliau sambil mengungkapkan
kata-kata kesetiaan. ‘Abis melakukan hal yang sama. Kepada junjungannya itu,
dia berkata, “Wahai Abu Abdillah, ketahuilah bahwa di muka bumi ini tak ada
seorangpun yang mulia dan lebih kucintai dari dirimu. Andai saja aku bisa
menyelamatkanmu dari pembantaian ini meski dengan mengorbankan sesuatu yang
lebih berharga dari jiwa ini, aku pasti akan melakukannya tanpa ragu.
Saksikanlah bahwa aku mati dengan membawa keyakinan akan agamamu dan agama
ayahmu.”Setelah menyampaikan kata-kata itu, ‘Abis berpamitan dengan Imam Husein
dan maju ke medan perang.
Rabi’
bin Tamim berkata: Saat pandanganku jatuh pada diri ‘Abis, aku segera
mengenalinya. Aku telah berkali-kali menyaksikan kepahlawanannya di berbagai
pertempuran.Aku tidak pernah melihat orang yang lebih pemberani dari
‘Abis.Karenanya aku segera berseru “Hei!inilah si raja singa, ‘Abis bin Abi
Syaib Asy-Syakiri.
Siapa
yang berani menghadang jalannya pasti akan terjungkal bersimbah darah.”Bagai
singa kelaparan ‘Abis berputar-putar di medan tempur menantang para jawara di
barisan pasukan Kufah untuk berduel satu lawan satu.Tak ada seorangpun yang
berani maju menghadapinya. Melihat gelagat itu, Umar bin Sa’ad sebagai komandan
tertinggi pasukan Ubaidlillah bin Ziyad segera mengerahkan pasukannya untuk
mengepung ‘Abis dan menghujaninya dengan lemparan batu. Menyaksikan kelicikan
itu, nyali ‘Abis bukan menjadi redup, malah semakin berkobar. Dia menantang
musuh dengan melepas baju dan topi besinya sambil bersenandung: “Inilah saatnya
kutanggalkan pakaian untuk merasakan maut dengan seluruh tubuh ini.”
‘Abis
maju menyerang dan menari-narikan pedangnya dengan gigih. Rabi bin Tamim
mengatakan, “Demi Allah saat ‘Abis maju menyeruak ke barisan pasukan Ibnu
Sa’ad, sekitar dua ratus orang yang berada di hadapannya lari tunggang langgang
menyelamatkan diri. Akhirnya mereka mengambil jalan mengepung sahabat Imam
Husein itu dari empat arah.Puluhan luka yang diderita ‘Abis akibat lemparan
batu, sabetan pedang dan tusukan tombak membuatnya roboh.Tak lama kemudian aku
menyaksikan kepala ‘Abis dibawa beramai-ramai oleh sekelompok prajurit
Kufah.Masing-masing mengaku bahwa dialah yang telah berhasil merobohkan ‘Abis.
Jaun
(جَوْن), bekas budak Abu Dzar Al-Ghiffari mendatangi Imam Husein dan meminta
izin untuk mempersembahkan jiwanya dalam membela beliau. Kepadanya Imam
berkata, “Wahai Jaun, engkau berada di sisi kami untuk mendapatkan perlindungan
dan hidup terjamin. Sekarang aku persilahkan engkau untuk meninggalkan tempat
pembantaian ini.”Jaun menangis dan bersimpuh di kaki Imam Husein.Kepada beliau,
bekas budak itu mengatakan, “Aku selama ini hidup senang bersama Anda.Bagaimana
aku harus meninggalkan Anda di saat Anda menghadapi kesulitan seperti
ini?Tuanku, aku adalah seorang budak yang tak jelas asal usulnya sedangkan
kulitku berwarna hitam.Karena itu, izinkan aku untuk masuk surga sehingga
badanku ini menjadi harum dan kulitku memutih.Demi Allah aku bersumpah tidak
akan pernah meninggalkanmu sampai darahku yang hitam ini bercampur dengan
darahmu yang suci.” Imam Husein terharu mendengar kata-kata Jaun dan
mengizinkannya untuk maju ke medan laga.
Dengan
gagah berai Jaun maju. Dia berhasil membuat beberapa orang prajurit Umar bin
Sa’ad menggelepar-gelepar di tanah menunggu kedatangan malaikat maut. Namun dia
juga harus berpisah dengan junjungannya setelah meneguk cawan syahadah yang
dihidangkan kepadanya.Imam Husein datang dan memangku jenazah Jaun sambil
berdoa, “Ya Allah, putihkanlah kulit wajahnya dan berilah dia tempat bersama
Nabi-Mu Muhammad dan keluarganya.”
Tak
lama setelah itu, Ars bin Harits Al-Kahili, seorang sahabat Nabi yang telah
berusia lanjut dan pernah ikut perang Badr dan Shiffin, datang menghadap Imam
Husein dan meminta izin untuk maju ke medan tempur. Dengan mengikat serbannya
di pinggang ia maju menari-narikan pedangnya. Sekitar enam puluh tubuh prajurit
Umar bin Saad berhasil dirobohkannya, sebelum akhirnya dia sendiri gugur
sebagai syahid..Pertarungan sahabat ini disaksikan oleh Imam Husein yang tak
henti-hentinya berdoa, “Semoga Allah membalas budi baikmu wahai orang tua.”
Kini
tiba giliran Amr bin Junadah Al-Anshari untuk menunjukkan kesetiaannya kepada
Rasulullah dan keluarganya. Dia adalah putra Junadah bin Kaab Al-Anshari,
sahabat Imam Husein yang gugur bersama sejumlah orang lainnya di pagi hari
Asyura’ dalam serangan pertama yang dilancarkan oleh pasukan Ibnu Ziyad.
Dengarkanlah apa yang dikatakan oleh Ibu Amr bin Junadah kepada putranya yang
saat itu masih berusia 11 tahun. “Anakku, bangkit dan berperanglah untuk
membela cucu Rasulullah ini.” Remaja belia itupun maju ke medan laga. Imam
Husein yang menyaksikan kesiapan Amr untuk bertarung berkata, “Ayah anak ini
sudah gugur. Mungkin ibunya akan sangat terpukul jika anak itu maju ke medan
tempur dan terbunuh. Suruh dia kembali ke kemah.” Amr bin Junadah menjawab,
“Ibukulah yang memerintahkan aku untuk bertempur bahkan dia sendiri yang
memakaikan pakaian perang ini di badanku. Kini izinkanlah aku untuk
mempersembahkan pengorbanan demimu, wahai putra Rasul.”Amr maju bagai seorang
Kesatria. Sambil menari-narikan pedangnya, dia bersenandung:
Tuanku
adalah Husein, sungguh dialah sebaik-baik pemimpin
Husein
buah hati Rasul, dialah putra Ali dan Fathimah
Adakah
seorang pemimpin yang seperti dia?
Dengan
wajah bagai mentari dan dahi bagai purnama?
Tak
lama, Amr roboh bersimbah darah setelah menunjukkan kesetiaannya kepada putra
Fathimah AS.Pasukan Kufah yang kesetanan memenggal kepala pemuda belia itu dan
melemparkannya ke perkemahan Imam Husein. Ibu Amr bin Junadah maju memungut dan
mendekap kepala anaknya seraya mengatakan, “Selamat untukmu wahai buah hatiku.”
Tanpa diduga, sang ibu melemparkan kepala itu ke arah musuh dan berkata, “Apa
yang
telah
kupersembahkan di jalan Allah, tidak akan kuambil kembali.” Wanita itupun maju
ke medan tempur dengan bersenjatakan sebatang kayu sambil berkata, “Memang aku
wanita tua yang lemah. Kekuatan dan kepintaranku telah lenyap sedang tubuhku
juga semakin layu.Aku bersumpah untuk memukul kalian sekuat tenaga demi membela
anak-anak Fathimah.” Imam Husein mengembalikan Ibu Amr bin Junadah ke kemah.
Sebab beliau tidak mengizinkan seorang wanitapun terjun ke medan tempur.
Hajjaj
bin Masruq Al-Ju’fi maju memperlagakan kepiawaiannya memainkan pedang demi
membela Imam. Beberapa saat setelah itu, ketika sekujur tubuhnya telah
bersimbah darah, dia mendatangi Imam Husein dan mengatakan, “Hari ini aku akan
segera bertemu dengan ayahmu Ali yang aku yakini sebagai washi dan penerus
risalah Nabi.” Imam Husein menjawab, “Ya, aku juga akan segera menyusul.”
Hajjaj kembali ke medan tempur sampai syahadah datang membawanya ke surga.
Setelah
Hajjaj, Sawid bin Amr bin Abi Mutha’ maju. Tak berapa lama ia terjungkal dari
punggung kuda. Pasukan Kufah yang mengiranya telah gugur, meninggalkan
Sawid.Setelah Imam Husein syahid, Sawid dengan menahan luka yang dideritanya
bangkit mengambil pisaunya dan bertempur melawan pasukan Kufah sampai akhirnya
iapun meneguk cawan syahadah.Sawid adalah orang terakhir dari pasukan Imam
Husein yang menjadi korban kebiadaban pasukan Ibnu Sa’ad.
Kini
tak ada seorangpun sahabat Imam Husein yang tersisa.Hanya keluarga beliaulah
yang kini tengah menantikan detik-detik perpisahan dengan dunia yang fana
ini.Mereka bertekad untuk menyongsong kematian demi membela agama Rasulullah
SAW. Mereka saling mengucapkan salam perpisahan. Orang pertama dari Bani Hasyim
yang maju ke medan laga adalah Ali Akbar putra Imam Husein yang disebut-sebut
sebagai orang yang paling mirip dengan Rasulullah. Saat itu para wanita
keluarga Rasul berkumpul dan mendatangi Ali Akbar seraya mengatakan, “Wahai
putra Husein, kasihanilah keterasingan kami yang tak kuasa berpisah darimu.”Ali
Akbar meminta izin untuk maju bertempur. Dengan langkah yang mantap, pemuda
tampan itu bergerak sambil membawakan bait-bait syair kepahlawanan:
Akulah
Ali Putra Husein bin Ali
Kamilah
keluarga terdekat Nabi
Kan
kupukul kalian dengan pedang ini
Demi
membela Husein cucu Nabi
Aku
bertempur dengan gagah berani
Tak
kan kuizinkan mereka memerintah kami
Kepergian
Ali Akbar ke medan laga diiringi oleh pandangan sayu sang ayah. Dengan air mata
yang membasahi pipi, Imam Husein mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah
saksikanlah, bahwa pemuda yang paling mirip dengan rasul-Mu Muhammad maju ke
medan tempur. Selama ini jika kami rindu kepada Nabi kami selalu
melampiaskannya dengan menatap wajahnya.”
Saat
itulah terdengar suara Imam Husein AS berseru, “Hei Ibnu Sa’ad, semoga Allah
memutus tali keturunanmu yang tidak mengindahkan kekerabatanku dengan
Rasulullah.Allah swt telah memuliakan Adam, Nuh, Ibrahim, dan keluarga Imran
atas semua makhluk-Nya, dan kami adalah keturunan orang-orang suci itu.”
Di
medan perang, Ali Akbar bertempur dengan gagah berani memperlihatkan
kepahlawanan keluarga Bani Hasyim. Tujuh puluh orang tersungkur setelah terkena
sabetan pedangnya. Rasa dahaga yang sejak tadi mencekik lehernya mendorongnya
untuk kembali ke kemah menemui sang ayah. Ali Akbar mengeluhkan rasa haus yang
melemahkan badannya.Kepada putranya itu Imam Husein mengatakan, “Anakku, tak
lama lagi engkau akan segera bertemu dengan kakekmu Rasulullah yang akan
memberimu air dari telaga surga dan engkau tak akan merasakan dahaga lagi
selamanya.”
Ali
Akbar kembali ke medan tempur. Sekonyong-konyong sebuah anak panah menancap di
lehernya. Dari belakang, Barrah bin Munqidz Al-Abdi mengayunkan pedangnya ke
kepala putra Al-Husein itu. Ali Akbar jatuh bersimbah darah.Pasukan musuh yang
menyaksikan peristiwa itu serta merta menyerang dan mencabik-cabik tubuh cicit
Rasulullah tersebut. Setelah itu, Imam Husein mendatangi jenazah sang anak dan
memangkunya. Beliau berkata, “Semoga Allah menumpas mereka yang telah
membunuhmu.Sungguh, betapa kejinya mereka yang menginjak-injak kehormatan Rasul
dan membantai para kekasih Allah.Anakku, setelah kepergianmu, dunia ini tak
lagi berarti.” Imam lantas meraup darah anaknya dan melemparkannya ke atas. Tak
ada setetespun dari darah itu yang jatuh ke tanah. Kemudian beliau
memerintahkan agar jasad Ali Akbar
diletakkan
di depan kemah. Para wanita keluarga Nabi SAW duduk mengelilingi jenazah suci
cucu Nabi itu dan berlomba menguras air mata. Jerit tangis dan teriakan
histeris itu semakin bertambah saat mata mereka tertuju pada tubuh Ali Akbar
yang dicincang dengan luka sayatan dan tusukan yang tak terhitung.Zainab, adik
kandung Imam Husein, tak mampu menahan diri.Dia ambruk memeluk tubuh keponakan
yang sangat disayanginya itu dan menciuminya.
Abdullah
bin Muslim bin Aqil datang menghadap Imam Husein dan meminta izin untuk
bertarung. Sambil menarikan pedangnya Abdullah bersenandung:
Aku
bergegas untuk menjumpai ayahku, Muslim
Aku
kan bertemu dengan para pengorban jiwa demi agama
Abdullah
bin Muslim bin Aqil tiga kali melakukan serangan ke barisan musuh. Beberapa
nyawa melayang ditebas oleh ketajaman pedangnya. Mendadak Amr bin Shabih
Ash-Shada’i (الصَّـدَاعي) membidikkan anak panah ke arah Abdullah untuk
menghentikan petualangan heroiknya. Anak panah itu tepat menancap di dahi putra
Muslim bin Aqil. Abdullah mencabut anak panah itu sambil berujar, “Mereka
adalah kaum pengkhianat.Habisi dan bantai mereka, sebab mereka datang untuk
membantai kita.”
Tiba-tiba
seseorang menyuak dan menancapkan sebuah anak panah di dada Abdullah.Abdullah
roboh dan menyongsong syahadah dengan senyuman.Keluarga besar Abu Thalib yang
menyaksikan gugurnya Abdullah secara serentak maju menyerang.Gerakan mereka
diikuti oleh seruan Imam Husein, “Wahai saudara-saudara sepupuku, songsonglah
kematian dengan tabah. Demi Allah, tidak ada lagi kehidupan dunia setelah ini.”
‘Aun
(عَوْن) bin Abdullah bin Ja’far Thayyar yang juga putra Zainab binti Ali,
gugur, lalu saudaranya Muhammad, disusul kemudian oleh Abdurrahman dan Ja’far
putra Aqil, setelah itu Muhammad bin Muslim bin Aqil. Tak jauh dari tempat
mereka meneguk cawan syahadah, Hasan Al-Mutsanna, putra Imam Hasan, tergeletak
di padang tandus Karbala dalam kondisi luka parah dan tangan kanan yang
terputus. Giliran Muhammad bin Abi Bakr bin Amirul Mu’minin Ali maju ke medan
perang. Langkah pemuda suci itu terhenti akibat tebasan pedang Ibnu Nakha’i.
Abdullah bin Aqil terjebak di tengah-tengah pasukan Ibnu Ziyad. Sejumlah orang
berhasil dilumpuhkannya.Namun luka parah yang diderita Abdullah memperlemah
langkahnya. Utsman bin Khalid At-Tamimi datang dan menghabisi nyawa saudara
sepupu Imam Husein itu. Giliran Abdullah Akbar putra Imam Hasan Mujtaba maju ke
medan perang. Sebelum gugur dia berhasil membuat sejumlah orang tersungkur oleh
tebasan pedangnya.
Seorang
pemuda belia bernama Qasim bin Imam Hasan maju meminta izin untuk bertempur.
Imam mengizinkan dan mendekap keponakannya. Beliau teringat akan saudara
kandungnya, Imam Hasan Mujtaba. Kepergian Qasim diikuti dengan tangisan Imam
Husein AS.Qasim yang berwajah tampan bagai bulan purnama itu dengan tangkas
memainkan pedangnya membuat beberapa orang terkapar di tanah. Namun tiba-tiba
kegesitan Qasim mengendur setelah Amr bin Saad bin Nufail Al-Azdi memukulkan
pedangnya di kepala Qasim. Remaja belia itu menjerit histeris, “Paman!Tolong
aku.”
Imam
dengan secepat kilat menerjang ke arah Amr, pembunuh Qasim bin Hasan. Amr
berlari tunggang langgang.Pasukan Kufah yang hendak menyelamatkan Amr mundur
menyaksikan singa bani Hasyim itu mengamuk. Amr bin Saad bin Nufail yang dengan
sadis membantai Qasim putra Imam Hasan, kini menggelepar-gelepar di padang
Karbala menunggu kedatangan malaikat maut yang akan mengantarnya ke neraka. Dia
tewas di tangan Imam Husein, putra Ali bin Abi Thalib. Imam memangku jasad
keponakannya itu dan membelainya sambil mengatakan, “Celakalah mereka yang
membunuhmu. Kakekmu Rasulullah, tidak akan memaafkan mereka.” Imam menggendong
Qasim menuju perkemahan dan meletakkannya di sisi jasad Ali Akbar.
Abul
Fadhl Abbas yang menyaksikan gugurnya bunga-bunga rumah kenabian, memandang ke
arah saudara-saudaranya dan berkata, “Adik-adikku, bersiap-siaplah untuk
menyerang pasukan kafir itu demi memperoleh keridhaan Allah.” Abdullah, Utsman
dan Ja’far, ketiganya adalah adik kandung Abul Fadhl maju ke medan perang. Tak
berapa lama merekapun bergabung dengan kafilah para syuhada.Setelah ketiga
adiknya gugur, Abul Fadhl memandang ke sekelilingnya.Tak ada lagi seorangpun
selain dirinya dan Imam Husien yang tersisa.Jawara yang bernama Abbas ini
datang menghadap Imam Husein dan meminta izin untuk menyerang pasukan lawan.
Imam mencegah dan mengatakan, “Abbas, engkau adalah pemegang panji pasukan
ini.” Abul Fadhl menjawab, “Benar, tapi demi Allah, dadaku terasa sesak
sekali.Izinkan aku untuk menuntut darah para syuhada.” Kepada Abul Fadhl, Imam
berkata lagi, “Adikku, pergilah dan usahakan untuk mendapatkan sedikit air
untuk anak-anak yang kehausan.”
Abul
Fadhl dengan secepat kilat memacu kudanya ke arah pasukan musuh. Abbas mengingatkan
mereka akan kemurkaan Allah dan meminta agar mereka mengijinkannya mengambil
air untuk anak-anak kecil di perkemahan Imam Husein yang dicekik rasa dahaga.
Kata-kata itu tidak digubris oleh pasukan Kufah yang telah
dikuasai
setan. Abul Fadhl kembali kepada Imam Husein.Namun hati jawara itu
tercabik-cabik kala mendengar jeritan anak-anak yang kehausan.Tanpa berpikir
panjang, dia segera mengambil qirbah, kantong air dan memacu kudanya ke arah
sungai Furat.Empat ribu prajurit Kufah menghadang dengan pedang terhunus dan
tombak yang diarahkan kepadanya.Abul Fadhl terus melaju dengan
cepat.Sesampainya di tepi sungai dia segera mengambil air di tangannya. Sebelum
sempat air itu menyentuh bibirnya, ia teringat akan abang sekaligus
junjungannya, Imam Husein AS yang sedang kehausan. Abbas mengurungkan niatnya
dan melemparkan kembali air itu ke sungai.
Abul
Fadhl yang sudah selesai memenuhi qirbahnya dengan air sungai Furat, segera
naik kembali ke punggung kuda dan memacunya ke arah perkemahan Imam Husein.Di
tengah jalan, Abbas dihadang oleh pasukan Kufah. Tak ada pilihan lain selain
mencabut pedang dan mengusir mereka dari hadapannya. Bentrokan antara jawara
bani Hasyim dengan pasukan Kufah terjadi.Banyak yang tersungkur di tanah
bersimbah darah. Sambil mempertontonkan aksi heroiknya, Abul Fadhl Abbas
bersenandung:
Aku
tak berpaling dari kematian kala datang menjemputku
Tugas
memberi air minum keluarga Nabi ada di pundakku
Aku
tak takut, meski hadapi maut untuk tugas itu
Zaid
bin Warqa’ Al-Juhani yang bersembunyi tiba-tiba muncul membantu Hakim bin
Thufail menebas tangan kanan Abul Fadhl. Abbas yang kehilangan tangan kanan
mengambil pedang dengan tangan kirinya sambil berkata, “Meski aku kehilangan
tangan kanan, namun aku tetap akan membela agama dan junjunganku, Al-Husein
putra Rasul.” Hakim bin Thufail kembali menyerang. Kali ini tangan kiri Abul
Fadhl Abbaslah yang diincarnya.Tak lama kemudian tangan itupun terlepas dari
tubuh suci Abbas.Kehilangan dua tangannya, Abul Fadhl mendekap panji pasukan
Imam Husein di dadanya.Gerakan jawara putra Ali itu mengendur.Dia dikepung dari
segala penjuru oleh pasukan Ibnu Sa’ad.Beberapa anak panah menghujani pemegang
panji Imam Husein itu dan menancap di dada, punggug, wajah, bahkan matanya.Dalam
keadaan seperti itu mendadak seorang prajurit Kufah memukulkan besi di kepala
Abbas.Abbas tersungkur ke tanah dan berteriak histeris, “Oh Husein abangku.”
Mendengar
jerit suara Abul Fadhl, Imam Husein segera memaju kudanya dan secepat kilat
melesat ke arah saudaranya.Bagai singa kelaparan Imam Husein membabat setiap
orang yang menghadangnya.Pasukan Kufah kocar-kacir.Tak berapa lama, beliau
telah tiba di sisi Abul Fadhl. Dengan lembut Imam meletakkan kepala adiknya itu
di pangkuannya. Menyaksikan keadaan Abbas, Imam mendesah dan mengatakan, “Patah
sudah tulang punggungku.” Imam Husein bangkit dan dengan sengit menghajar para
prajurit Kufah.Pasukan itu dibuatnya kewalahan.Masing-masing berpikir untuk
menyelamatkan diri dari tebasan pedang putra Fathimah itu.Menyaksikan musuh
yang lari menjauh, Imam Husein berseru, “Di maka kalian yang telah membunuh
adikku? Ke mana kalian yang telah meluluhkan lengan kananku?”Sejenak
kemudian Imam Husein kembali memangku jasad adiknya, Abul Fadhl Abbas yang tak
lama kemudian menghembuskan nafas terakhir setelah mempersembahkan pengorbanan
besar untuk agama dan imamnya. Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.
Imam
Abu Abdillah Al-Husein AS kembali ke kemah.Peristiwa yang baru disaksikannya
sedemikian pahit hingga seakan-akan melumpuhkan pundaknya. Imam menyeka air
mata yang membasahi wajahnya, Sukainah, putri kesayangannya datang menghampiri
beliau dan menanyakan perihal pamannya, Abbas. Imam Husein menceritakan apa
yang dialami Abbas di medan perang. Zainab yang mendengar untuk sejenak
membisu, tak mampu mengurai kata-kata.Namun tak lama kemudian dia menjerit
histeris, “Oh Abbas, adikku.”
Imam
menatap sekelilingnya. Hanya tubuh-tubuh para sahabatnya yang bersimbah darah
yang tampak.Suara jerit tangis para wanita dan anak-anak di kemah menambah
pedih perasaannya. Imam bangkit dan berseru, “Adakah orang yang bersedia
membela keluarga Nabi?” Kata-kata beliau membuat jerit tangis mereka yang di
kemah semakin menjadi-jadi. Imam Sajjad, putra Imam Husein yang saat itu sedang
sakit berusaha berdiri dengan topangan tongkat lalu mengambil pedangnya. Pemuda
cucu Nabi itu siap untuk maju ke medan perang. Imam Husein yang melihatnya,
segera memerintahkan Ummu Kultsum untuk mencegahnya dan berpesan, jangan sampai
dunia kosong dari putra Nabi.
Imam
lantas menyuruh semua anggota rombongannya yang terdiri dari para wanita
keluarga Nabi itu untuk diam. Beliau ingin mengucapkan selamat tinggal kepada
mereka. Imam Husein lantas mengambil pedang dan perisai Nabi.Tak berapa lama
beliau meminta Abdullah anaknya yang masih berusia enam bulan untuk memberinya
ciuman terakhir.Zainab menyerahkannya kepada beliau.Sebuah ciuman suci mendarat
di pipi Abdullah.Imam Husein lantas mengangkat anaknya itu dan meminta pasukan
Ibnu Sa’ad untuk memberinya minum.Pasukan Kufah yang kesetanan tak menggubris
seruan itu.Bahkan Harmalah yang berhati batu membidikkan sebuah anak panah ke
arah bayi tersebut.Anak panah mendarat tepat di leher Abdullah. Darah segar
membasahi tangan Imam Husein. Imam memenuhi tangannya dengan darah Abdullah
lalu melepmparkannya ke langit. Tak ada setetespun yang tercecer di tanah.
Beliau berkata, “Segala puji bagi Allah
yang
telah memberiku kemudahan menanggung segala penderitaan ini. Ya Allah, semoga
derita ini tidak memudahkan terpisahnya nyawa dari tubuh ini. Tuhanku, aku tahu
bahwa Engkau telah memberikan kemenangan kepada kami dan Engkaulah yang akan
menuntut balas dari mereka akan perbuatan ini. Engkau pulalah yang menjadikan
musibah yang mereka timpakan kepadaku sebagai simpanan untuk hari akhirat.Ya
Allah Engkau telah menyksikan sendiri bahwa mereka telah membunuh orang yang
paling mirip dengan Rasul-Mu.”
Tiba-tiba
Imam Husein mendengar suara yang memintanya untuk mengembalikan Abdullah ke
dalam kemah.“Husein, kembalikan anak itu, sebab dia telah ditunggu oleh
perawatnya di surga.” Imam memberikan sang anak kepada adiknya, Zainab. Beliau
tahu bahwa ibu Abdullah tidak akan kuasa menyaksikan keadaan anaknya yang
dengan leher menganga dibelah anak panah Harmalah. Zainab menerima anak itu sambil
mengatakan, “Abangku, tutupilah anak ini.Aku tak kuasa menyaksikan keadaannya.”
Imam
Husein menggali sebuah kubur kecil dan memakamkan Abdullah tanpa mencabut anak
panah yang menancap di lehernya. Beliau tahu benar bahwa setelah
kesyahidannya, pasukan berkuda musuh akan menginjak-injak tubuhnya dan tubuh
para sahabatnya.
Tak
lama kemudian, Imam Husein maju ke medan tempur. Pasukan Kufah dibuatnya
kocar-kacir. Ya, Husein tak lain adalah jelmaan Muhammad, Rasululah dan Ali.
Dialah yang mewarisi darah Fathimah, Hasan, Hamzah, Ja’far Thayyar, Isa, Musa,
Ibrahim, Ismail dan seluruh Nabi pilihan Tuhan.Dialah korban persembahan agung
yang dimaksud Al-Qur’an dalam janji Allah kepada Ibrahim.Husein adalah darah
Tuhan. Putra Ali itu menyerang kamp pasukan Ibnu Saad dan bersenandung:
Akulah
Husein putra Ali
Untuk
tunduk, aku tak kan sudi
Kubela
keluarga ayahku sampai mati
aku
memegang teguh agama Nabi
Abdullah
bin Ammar bin Abi Yaghuts mengatakan: Demi Allah aku tidak pernah melihat
seorang seperti Husein yang meski ditimpa berbagai musibah dan menyaksikan
sendiri kematian anak-anaknya, para sahabat dan sanak keluarganya, namun tetap
tegar dan berperang bagai singa kelaparan hingga membuat pasukan lawannya
tercerai-berai. Tak ada seorangpun yang bisa dan berani menghadangnya.
Ketangkasan dan kepahlawanan Imam Husein tidak mengherankan bagi sebagian orang
termasuk Umar bin Saad yang berseru, “Ingat, Husein adalah putra Ali yang akan
menjungkalkan semua jawara Arab. Karena itu kepung dia dari segala penjuru!”
menyusul perintah Ibnu Sa’ad, sebanyak empat buah tombak dilemparkan ke arah
Imam Husein dari empat arah.Imam Husein praktis terpisah dari
perkemahannya.Sekelompok orang dari pasukan Kufah datang beramai-ramai ke
perkemahan keluarga suci Nabi.
Tindakan
mereka membangkitkan amarah Imam Husein yang lantas menghardik mereka, “Hei
para budak Abu Sufyan, jika kalian tidak beragama dan tidak percaya akan hari
akhirat, jadilah orang yang bebas dan merdeka.”Syimr menyergah, “Apa yang kau
inginkan hei anak Fathimah?”
Imam
menjawab, “Akulah yang berperang dengan kalian, bukan wanita-wanita itu. Selama
aku masih hidup jangan sekali-kali kalian mendekati mereka.”
Syimr
mengiyakan dan mengabulkan permintaan Imam Husein.
Seluruh
pasukan Kufah memusatkan perhatian mereka kepada Imam Husein. Perang tak
seimbang itu semakin sengit. Rasa haus dan dahaga semakin mencekik tenggorokan
cucu Nabi itu.Dengan terus menari-narikan pedangnya, Imam Husein AS berjalan
menuju sungai Furat. Setelah berhasil menghalau Amr bin Hajaj dan pasukannya
yang berjumlah empat ribu orang, beliau sampai di tepi sungai Furat. Tanpa
membuang waktu beliau mengambil air dan siap meminumnya.Namun sayup-sayup
terdengar suara seseorang yang menegur beliau dengan mengatakan, “Mengapa
engkau ingin membasahi kerongkongan dengan air itu sedangkan perkemahan
keluargamu diserang oleh pasukan musuh?”Imam Husein mengurungkan niatnya dan
secepat kilat memacu kudanya ke arah perkemahan.Dengan gesir beliau menghalau
para durjana dari perkemahannya.Kembali Imam Husein AS menjumpai keluarganya
dan berpesan, “Siapkanlah diri kalian untuk menghadapi banyak musibah besar
setelah ini.Wahai keluarga kenabian, Allah adalah sebaik-baik penolong kalian.
Dialah yang akan menjaga kalian dari gangguan mereka. Allah telah menentukan
akhir yang baik bagi kalian dan akan mengazab musuh-musuh itu dengan siksaan
yang amat pedih. Ingatlah bahwa setiap musibah yang kalian alami akan diganti
dengan kenikmatan-kenikmatan yang tak terkira. Karena itu, jangan kalian
lemahkan diri kalian dengan jerit tangis.”Setelah mengucapkan kata-kata itu
Imam Husein berpamitan dengan mereka.
Tiba-tiba
terdengar suara gelegak Umar bin Sa’ad yang menghardik pasukannya sendiri.
“Hei!serang dan habisi dia. Jika tidak, dia pasti akan mengobrak-abrik barisan
kalian.”
Pasukan
Kufah segera mengarahkan panah dan tombak mereka ke arah Imam Husein.Beberapa
anak panah dan tombak mengenai tubuh beliau. Terdengar suara Imam, La haula wa
la quwwata illa billahi al-aliyyil adzhim, “ Tiada daya dan upaya menlainkan
dari Allah yang Maha Tinggi lagi maha Agung.
Sebuah
suara ejekan terdengar dari balik barisan Umar bin Sa’ad. “Hei Husein, lihatlah
sungai yang tampak segar itu. Tapi sayangnya, engkau tidak akan pernah
merasakan air Furat sampai mati kehausan.” Imam Husein hanya memanjatkan doa
menjawab kelancangan itu, “Ya Allah, binasakanlah dia dengan rasa haus yang
mencekik.”
Doa
Imam Husein terkabul.Orang itu terkena rasa dahaga yang mencekik namun tak
kunjung reda meski telah meminum banyak air. Akhirnya dia tewas mengenaskan
dengan perut yang kekenyangan air tanpa mampu mengusir rasa hausnya.
Abul
Hunuq Al-Ju’fi membidikkan panahnya ke arah Imam Husein AS.Anak panah itu
menancap tepat di dahi beliau. Imam menariknya dari dahi suci itu. Tak ayal,
darah segar langsung mengalir dengan derasnya dan membasahi wajah beliau.
Beliau mengatakan, “Ya Allah, saksikanlah apa yang dilakukan kaum ini
terhadapku.Ya Allah binasakanlah mereka.Jangan Engkau biarkan seorangpun dari
mereka hidup di bumi ini.Tuhanku jangan Engkau ampuni kesalahan mereka.”
Kepada
para durjana itu, Imam Husein berseru, “Hei kalian semua, betapa buruknya
perlakukan kalian terhadap keluarga Nabi kalian sendiri. Demi Allah, aku selalu
mengharapkan kemuliaan syahadah. Allah-lah yang kelak akan menuntut balas
darahku dengan cara yang tidak kalian duga sama sekali.”
Hushain
bin Umair menyela, “Hei Husein, bagaimana Tuhan akan menuntut balas darahmu
dari kami?” Imam menjawab, “Allah akan menghukum kalian dengan kejahatan di
antara kalian sendiri. Saat itulah, Dia akan menurunkan azab-Nya atas kalian.”
Sejenak
Imam Husein menghentikan pertempuran untuk sedikit beristirahat.Tanpa diduga,
seorang durjana melemparkan batu besar ke arah beliau dan mengenai wajahnya.
Kembali darah segar mengucur dari wajah Imam Husein AS. Beliau segera menarik
ujung baju dan membalut lukanya dengan kain itu. Namun di saat yang sama
seorang pendurhaka membidikkan anak panah bermata tiga ke arah Imam Husein dan
bersarang tepat di dada beliau. Terdengar suara Imam yang mengatakan,
“Bismillah wabillah wa a’la millati rasululillah.” Cucu nabi itu
mengangkat tangannya dan berdo’a, “Ya Allah, Engkau saksikanlah bahwa mereka
telah membantai satu-satunya cucu Nabi-Mu di muka bumi ini.”
Imam
Husein AS mencabut anak panah itu dari punggungnya. Darah segar mengalir deras
dari luka itu. beliau mengambil darah itu di telapak tangannya dan
melemparkannya ke atas seraya mengatakan, “Ya Allah, mudahkanlah kematian ini.”
Imam Husein kembali meraup darahnya dan berkata, “Aku ingin segera bertemu
Allah dan Rasul-Nya dalam keadaan seperti ini.”
Kucuran
darah itu melemahkan gerak Imam Husein yang lantas terduduk di padang gersang
Karbala. Mendadak Malik bin Nashr datang. Sambil mengucapkan kata-kata
penghinaan kepada putra Fathimah itu, Malik mengayunkan pedangnya ke arah Imam
Husein.Pukulan itu tepat mengenai kepala Imam Husein. Darah segar kembali
memancar dari kepala beliau. Hani bin Tsabit berkata, “Ketika Husein terduduk,
aku menyaksikan sekelompok prajurit Kufah datang menyerang dan mengepungnya.
Tiba-tiba Abdullah bin Hasan, yang masih sangat belia datang untuk membela
pamannya. Saat Bahr bin Ka’ab hendak memukulkan pedangnya ke arah Husein
Abdullah berseru, ‘Hei anak wanita jalang, Apa yang hendak kau perbuat terhadap
pamanku?” Bahr berpaling dari Imam dan melayangkan pukulan pedangnya ke arah
Abdullah. Bocah cucu Nabi itu menangkis pukulan Bahr dengan tangannya.Tak ayal
tangan kecil itupun terbabat dan terlepas dari tubuh Abdullah.Abdullah menjerit
histeris, “Paman, mereka memotong tanganku.”Imam Husein mendekap keponakannya
itu dan mengiburnya, “Bersabarlah, karena sebentar lagi Allah akan
mempertemukanmu dengan ayah dan kakekmu yang shaleh.” Tiba-tiba Harmalah bin
Kahil membidikkan panahnya ke arah Abdullah. Abdullah gugur di pangkuan
pamannya, Al-Husein AS.
Imam
Husein berada di tengah-tenah arena pembantaian.Tapi tak ada seorangpun yang
berani membunuhnya.Masing-masing menolak untuk tampil di lembar sejarah sebagai
pembunuh cucu Rasul.Syimr yang menyaksikan keadaan itu menyeringai, “Apa yang
kalian tunggu?Cepat habisi dia.” Zar’ah bin Syuraik maju memukulkan pedangnya
di pundak kiri Imam Husein. Di saat yang sama, Hushain membidikkan anak
panahnya ke tenggorokan beliau, sementara seorang lagi mengayunkan pedang ke
leher Al-Husein. Sinan bin Anas ambil bagian. Dengan kejamnya, dia menusuk dada
putra Fathimah itu dibantu oleh Sholeh bin Wahb yang memukul pinggang beliau
dengan pedangnya.
Peristiwa
segera disusul oleh teriakan histeris para wanita suci keluarga Nabi.Ummu
Kultsum berseru, “Ohhh, Huseinku.”Zainab yang tak mampu menahan diri menjerit
histeris, “Ohhh, Husein, setelahmu, dunia ini tak berarti lagi.Ohhhh, andai
saja langit ambruk ke bumi ini.”Zainab segera berlari ke arah abangnya sambil
berseru, “Adakah orang muslim di antara kalian?Lihatlah apa yang mereka perbuat
terhadap buah hati Rasul!”
Umar
bin Sa’ad maju, “Habisi Husein secepat mungkin,” perintah Ibnu Saad. Syimr bin
Dzil Jausyan maju dan duduk di atas dada Imam Husein. Sekejap kemudian, kepala
cucu Rasul itu terlepas dari tubuhnya dan berada di tangan si durjana Syimr bin
Dzil Jausyan.
Allahu
Akbar – Lailaha illallah
Mendung
selimuti langit, tebarkan senandung duka
Mentari
Karbala tampil bersungut suguhkan prahara
Deru
derap kaki kuda dendangkan irama luka
Bunga-bunga
suci kenabian terbujur di Karbala
Sebuah
drama pengorbanan telah dipentaskan
Para
syuhada gugur, tinggalkan kisah kebebasan
Jiwa-jiwa
suci melayang, menolak kehinaan
Pengorbanan
sejati demi agama dan kemuliaan
Darah
Husein sirami sahara Nainawa
Tebarkan
aroma harum taman nirwana
Karbala
kini rumah abadi cucu Musthafa
Bersama
keluarga dan para sahabat setia
Naskah Drama: 15 Menit Menuju Taubat by ME!
Ini hanyalah sebuah karya lama yang
saya buat saat SMA dulu.Ya, saat saya masih tergabung dalam organisasi
keagamaan di sekolah.Kaget ya?Memang banyak yang tidak menyangka bahwa saya ini
dulu pernah sempat sedikit agak alim, fase kehidupan. Jadi, naskah ini saya
buat untuk tim teater ROHIS SMA saya, TRAGIS: Teater Asik Gaya Islami.
#koprolkayangnabraktembok
Sekali lagi, ini hanyalah satu
bentuk lain dari apresiasi saya dalam bidang tulis menulis. Oh ya, selain
sebagai penulis naskah, saya juga berperan sebagai pemain dalam drama ini loh,
hahahaa. ┒(⌣˛⌣)┎
Selamat menikmati. Judulnya “15
Menit Menuju Taubat” #jangantanyakenapa #sumpahudahlupa
Suatu hari sepulang sekolah,
ikhwan-ikhwan rohis XX lagi pada nongkrong di mushala.Ada yang lagi baca
Al-Qur’an, shalat Zuhur berjamaah, belajar fisika, dan ada juga yang hanya
sekedar numpang ngadem di bawah kipas angin mushala.Ya…beginilah suasana
sehari-hari di mushala al-kautsar SMAN 3 Depok.Selalu penuh dengan mereka yang
gemar memburu pahala dan keridhaan dari Allah SWT.
Yusuf
:Assalamu’alaikum…
Ikhwan
:Wa’alaikum salam…
Ali
:Suf, muka akhi kenapa? Koq ditekuk-tekuk gitoe?Tadi pagi lupa sahur ya?
Yusuf
:ngga’, lagian siapa juga yang saum? Ane kesel, keseeeel banged. Sumpah,
ngeselin banged. Uuuuuuh, keseel, keseeeeel, keseeeeeeeeel banged!!!!
Qori
:Huusss…..istighfar cup!!! Emangnya kesel kenapa sieh?
Yusuf
:Ntu, dikelas ane ada anak baru. Sumpah anaknya belaguuu banged. Masa , ane
dikatain kaya’ badut, udah gitu, pas ane ajak sholat zuhur, eh dia malah
marah-marah. Abiz gitu, dia ngerokok lagi kelas,,, bayangin donk,ngerokok di
classss!!! Ngeselin banged tau ngga’!
Omen
:Astaghfirullah…keterlaluan banged ya tu orang. Siapa sih namanya,, belum tau
ane apa?
Arif
:Apaaan sih loe men! Emangnya ente siape, sampe-sampe ntu anak baru kudu kenal
sama ente?
Omen
: bukannya gitoe, tapi ya…
Firzie
:Assalamua’alaikum…
Ikhwan
:Wa’alaikum salam…
Firzie
:Eh tau ngga’? antum-antum semua pasti ngga’ percaya sama apa yang baru aja ane
liat! Masa tadi ada anak ngga’ dikenal pake seragam smantie ngerokok di depan
ruang Wakasek. Truz pas ane sapa, eh dia malah marah-marah ngga’ jelaas gitu,
pake ngatain ane segala lagi. Yang lebih parah lagi dia tuh ngata-ngatain
anak-anak yang lagi pada mau ke mushala..katanya gini: “ngapain sih mereka
sholat? Gw aja yang Islam dari lahir , ga pernah sholat.”. gituu masa..
Ikhwan
:Astaghfirullah…
Yusuf
:Anaknya putih bukan? Teruz idungnya mancung, tinggi, rambutnya jabrik, bajunya
berantakan, and sepatunya merah?
Firzie
: Persis, akhi kenal? Emanknya siapa sih?
Omen
: Dia ntu anak baru dikelasnya Ucup, namanya…siapa suf?
Yusuf
:Namanya Excel, pindahan dari Bangkok.. nih kita lagi ngomongin dia.
Guna
:Astaghfirullah…ngga’ baik ngomongin orang. Su’udzan, fitnah, dosa!!! Emangnya
antum-antum semua mau dianggep kaya’ orang-orang yang memakan bangkai
saudaranya sendiri, kaya’ yang ada dalam surat Al-hujurat ayat 12..(ciee, bisa
juga ya gw ngedakwah didepan temen-temen gw)…
Ali
:Kita bukannya su’udzan, ini fakta!!
Guna
:Tapi ini kan ghibah, jadi sama aja jeleknya…
Ardian
:Eh udah-udahhh, ngapain sih kita berdebat gara-gara orang yang belum kita
kenal..udah yuks mendingan kita pulang, besok kan ada ulangan fisika…
Keesokan paginya, seperti biasa
mushala dipenuhi oleh anak-anak yang lagi pade sholat dhuha and juga
belajar..maklum hari ini kan ada ulangan fisika…
Firzie :Gimana nieh,
udah pada siap belon buat ulangan fisika entar?
Ardian :Alhamdulillah, soalnya kan
waktu mentor jum’at kemaren udah diajarin kaka’ mentornya..
Guna
:Itulah enaknya masuk rohis, disini selain belajar agama, kita juga bisa
nanya-nanya tentang pengetahuan umum lainnya. Coz banyak alumni rohis yang
sekarang udah yang ngga’ sungkan-sungkan ngebagi ilmunya ama kita-kita. Udah
gitu anaknya asik-asik lagi, gaul tapi tetap islami. Yang kaya’ gini nih cuman
ada di rohis smantie.
Arif
:Tau deh yang anak kader…pake sok-sok promosi segala…
Guna
:Masya allah…
Firzie
:Eh-eh, liat deh! Itukan anak yang kita omongin kemaren..ngapaiin dia di
mushala? Samperin yuks…
Ali
:Ngga’ usah, ngapain amat!
Firzie
:Sebagai sesama muslim kita wajib menjalin silaturahim, sesuai dengan sabda
Rasulullah yang bunyinya: “barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka hendaklah dia menjalin silaturahim.”(berjalan keluar
menghampiri Excel)
Firzie
:Assalamu’alaikum,,antum baru yaaa disini? Kenalin, ane Firzie..
Excel
:Excel, loe anak yang kemaren kan? Eh…sori yaa kalo kemaren gw agak kasar.
Firzie
:Ga’ papa lagi,, masuk yuk, ane kenalin ama temen-temen yang laen!
Excel
:Temen-temen loe kaya’ loe semua ngga’?
Firzie
:Maksud ente?
Excel
:Yaaa…..kaya’ loe yang tiap hari kerjaannya maen mulu di mushala. Kalo ngga’
sholat, ya baca al-qur’an. Udah gitu ngomongannya pake acara antum-antuman
segala lagi,,BASI TAU NGGA’!
Firzie
:Seringkali penampilan itu bisa menipu lho..Gimana klo akhi bukti’in aja
sendiri di dalem, kita itu basi apa ngga’…
Excel
:Terserah lo deh,,(firzie & excel masuk ke dalam)
Firzie
:Assalamu’alaikum..guys, kenalin nih Excel, dia murid baru disini.
Excel
:Hai, lagi pada ngapain lo?
Ali
:Ini, lagi belajar fisika..
Excel
:Hari gini masih belajar fisika!!BASI..
Ali
:Namanya juga sekolah, yaa belajar lahh…
Excel
:Eh, lo semua anak rohis yaa? Apa enaknya sih jadi anak rohis? Tiap hari
kerjaannya cuma ngaji ama sholat doang, ekskul ngga’ kreatif tau nagga.BASI!!
Guna
:astagfirullah…kayanya akhi salah persepsi dech tebtang ROHIS. ROHIS itu bukan
sekedar ekskul,tapi SMAN 3 DEPOK. Rohis itu beranggotakan seluruh
siswa-siswi muslim di sman 3 depok,akhi juga termasuk. Nah,kami-kami ini ya
pengurus rohisnya. Rohis itu bertujuan sebagai sebuah wadah utama tempat
berlangsungnya kegiatan-kegiatan islami di sman 3 depok,selain itu, secara
tidak langsung rohis juga berfungsi sebagai pembimbing kegiatan-kegiatan lain di
sman 3 depok.
Ardian
:di rohis sendiri kita juga punya banyak kegiatan loch, ngga cuman baca Qur’an
ama solat doank. Ada mentoring yang dilakukan setiap minggunya setelah sholat
jumat,trus biasanya sebulan sekali bakal diadain kegiatan-kegiatan yang dapat
mempererat tali silaturahim antar pengurus rohis dan juga menambah
wawasan,seperti rujak party,bedah buku dan sebagainya.selain itu kita juga
punya event-event tahunan seperti peringatan maulid nabi,idul adha,isra
mi’raj,launching rohis dan yang paling besar itu ESQ. Belum lagi
kegiatan-kegiatan lain di luar program kerja,seperti mabit,buka puasa
bareng,tafakur alam,majalah rohis,buletin and pokoknya banyak dech…
Firzi
:di atas itu semua,yang lebih ditekankan di rohis adalah bagaimana caranya
membentuk pribadi-pribadi yang berkepemimpinan,dinamis dan islami.ya…sesuai
visi sman 3 depok,rohis ingin membentuk kader-kader yang islami,cerdas dan
mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Makanya jangan heran kalo
hampir semua orang-orang penting di SMAN 3 depok kaya’ ketua OSIS,ketua
MPK,ketua-ketua ekskul dan siswa-siswi teladan adalah jebolan rohis. Karena
untuk mencapai sebuah kesuksesan dibutuhkan keseimbangan antara otak,hati dan
religi.
Arif
:dan yang pasti itu semua dilakuin dengan cara-cara yang aman dan nyaman buat
remaja-remaja kaya’ kita. Gaul tapi islami.
Excel
h…gitoe yhupz? Kaya’nya
asyik juga tuh.
Ali
:makanya masuk rohis!
Guna
:belom tau enaknya…
Ardian
:ya udah,hari jumat besok akhi dateng aja ke acara mentoring kita!abis sholat
jumat di sini.
Excel
cre dech….
(teeet….tet….,suara bell berbunyi)
arif
: eh udah bell tuh,masuk yuks!!
(masuk kelas)
Hari Jum’at pun tiba. Setelah sholat
jum’at, mushala dipenuhi oleh para ikhwan yang sesdang melakukan mentoring.
Kali ini mentor dipimpin oleh para alumnie rohis sman 3 depok.
Ali
:Ssssst,,, excel mana?
Firzie
:Kaga’ tau tuh..Cup, excel mana?
Yusuf
:Meneketehe! Mangnya kenapa sich?
Firzie
:Ngga’, kemarin katanya dia mau ikut mentoring. Mangnya tadi dia ga ikut sholat
jum’at?
Yusuf
:Tampang kaya’ dia sholat, kagak mungkin!
Mentor
:Ehem…!
F &
Y :Iya ka, maaf ka’! (salah
tingkah)
Guna
dari tadi baca Qur’an)
Sadaqallah…
Mentor
:Alhamdulillah…mudah-mudahan Allah memberikan pahalanya bagi yang membaca dan
mendengarkan. Amien…
Excel
:Assalamu’alaikum…
Ikhwan
:Wa’alaikum salam..
Firzie
:Excel, sini! Ka’, kenalin ni excel, murid baru di smantie. Dia boleh gabung
kan sama kita.
Mentor
:Subhanallah, boleh-boleh, (excel duduk) ya udah, kita mulai aja mentor kita
kali ini. Gimana nieh, mau langsung mulai ke materi ato ada request materi mungkin?
Omen
:Gimana kalo Excel kenalin diri dulu,,soalnya kan kalo ngga’ kenal maka ta’aruf
donk..
Mentor
:Oh iya, boleh-boleh silahkan..
Excel
:Mmmmm, nama gw excel, lengkapnya Vladimir Excel Antonio. Gw pindahan dari
Bangkok.
Mentor
:Terus, motivasi ikut rohis?
Excel
:Iseng aja, abis mau berantem, anak-anak smantie baek-baek semua, lagian gue
penasaran ama cerita mereka tentang rohis.
Mentor
:Yaaa udah materi kita hari ini…
Mentoring pun dimulai, excel yang pada
awalnya hanya iseng-iseng aja jadi tertarik dengan materi yang disampaikan.
Mentoring itu berlangsung selama hampir 3 jam, waktu yang cukup lama untuk
excel sehingga ia terbuka pintu hatinya.
Mentor
:Sekian mentoting kita untuk kali ini, kita akhiri dengan lafadz hamdalah..
Ikhwan
:Alhamdulilllah…
Mentor
:Yaa udah, kaka’ pulang dulu ya.
Ardian
:Makasih yaa ka’, minggu depan kita lanjutin lagi.
Mentor
:Insya Allah, Assalamu’alaikum..
Ikhwan
:Wa’alaikum salam..
Firzie
:Gimana sel? Menurut akhi, mentoringnya basi ngga’?
Excel
:Gila, gw ngga’ nyangka’ kalo rohis bisa seasyik ini. Gw…gw… baru nyadar kalo
selama ini tuh gue salah. Dan, astaghfirullah…dosa gue tuch udah banyak banged.
Gw takut Allah ngga’ bakalan mau ngampunin gw. Gw…(nangis, terus yang lain
berekspresi simpatik).
Guna
:Subhanallah, sungguh kuasa Allah tak terbatas. Hari ini Allah udah ngasih
hidayah-Nya ke akhi.
Arif
:Tenang aja, sesuai dengan firman Allah surat Al-Furqan ayat 70-71 yang isinya:
“Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertobat
dengan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia itu bertobat kepada Allah
dengan tobat yang sebenar-benarnya.” Jadi, akhi ngga’ usah takut ngga’
diampunin sama Allah.
Excel
:Tapi gimana caranya?
Firzie
:Yaa akhi jangan khawatir, Insya Allah kita bakal ngebantuin akhi koq.
Yusuf
:Iya sel, kaya’ sama siapa aja! Kita kan sesama muslim wajib tolong-menolong
dalam kebaikan. Santai aja lagi…
Excel
:Thanks yaa guys…! Gw ngga’ tau apa jadinya gw tanpa kalian…(ikhwan yang lain
berekspresi simpatik).
Omen
:Udah Ashar nih, sholat dulu yupz, entar kita terusin lagi.
Akhirnya Excel pun bergabung dengan
rohis. Meskipun pada awalnya ia agak sulit menyesuaikan diri, namun ia pantang
menyerah. Para pengurus rohis yang lain pun dengan hati terbuka mau membantu
dan menerima excel apa adanya…2 bulan telah berlalu, excel yang sekarang
bukan lah yang seperti yang dulu lagi..
Excel
membaca Al-Qur’an, all
cast. masuk)
Firzie
:Assalamu’alaikum…
Excel
:Sadaqallahul adzim, wa’alaikum salam.
Guna
:Cieee…ceritanya udah rajin nih baca qur’an.
Excel
:Iya donks, excel yang sekarang kan udah beda…
Yusuf
:Koq bisa?
Excel
berjalan ke penonton),
makanya masuk rohis!
All
cast. :Belum tau enaknya!
sangat bermanfaat!
BalasHapus, tapi sayang gak ada yang tentang hijrah nabinya.